MADUNG, Otto Gusti Ndegong (2025) Filsafat Politik. Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero.
![]() |
Text (SERTIFIKAT HAKI DAN FULL BOOK)
Filsafat Politik (Otto Gusti Ndegong Madung).pdf Restricted to Registered users only Download (5MB) | Request a copy |
Abstract
Secara umum berfilsafat artinya menyelidiki segala sesuatu hingga ke dasarnya yang terdalam. Beberapa filsuf, terutama para filsuf klasik, berusaha untuk mengenali hakikat segala sesuatu dan memberikan pendasaran terakhir yang tak terbantahkan tentang keberadaan dari sesuatu. Pada saat yang sama, mereka juga berusaha untuk melihat dunia sebagai kesatuan dari semua yang ada, dan karena itu dipandang sebagai sesuatu yang saling terkait. Namun, proyek filosofis tersebut sejak awal telah diwarnai dengan disensus mendalam tentang apa yang dapat dianggap sebagai pendasaran terakhir tersebut, dan tidak semua filsuf sepakat untuk menggeluti pertanyaan tentang dasar terakhir tersebut. Juga dalam filsafat politik, sebagai cabang penting dari disiplin ilmu filsafat, kita menemukan orientasi pada pendasaran terakhir, tetapi dengan demikian juga pada perselisihan mendasar yang tampaknya tidak dapat dijembatani tentang pandangan yang benar dalam dunia politik. Selain itu, para filsuf politik tentu juga berusaha menunjukkan hubungan-hubungan, seperti hubungan antara moral, ekonomi, dan politik. Selain dua ciri ini, yaitu upaya mencari pendasaran terkhir dan membangun sistem, filsafat politik juga memiliki ciri ketiga, yang membedakannya dari sebagian besar cabang filsafat lainnya, yakni sudut pandang normatif. Jadi, para filsuf politik mengajukan pertanyaan tentang syarat-syarat dan karakter dasar tatanan sosial yang baik atau terbaik, yang adil atau benar untuk kehidupan bersama manusia. Mereka menjawab pertanyaan tentang siapa yang menentukan nasib sebuah komunitas politik, jadi siapa yang harus memerintah, institusi apa yang harus ada, dan tipe warga seperti apa yang diperlukan. Karakter normatif dari filsafat politik sebagian besar lahir dari fakta bahwa para para filsuf politik mengajukan argumen tentang bagaimana dunia politik seharusnya berfungsi dan ditata. Alasan terpenting untuk perbedaan mendalam antara teori-teori filosofis terletak pada persoalan perbedaan interese pengetahuan. Beberapa filsuf Barat pertama pada zaman Yunani Kuno mencoba menggali konstruksi aturan komunitas manusia dari tatanan kosmos yang dianggap tidak berubah. Seperti halnya tatanan dunia alami yang ditentukan oleh hukum-hukum abadi, tatanan dunia sosial politik pun harus diatur menurut hukum-hukum yang tetap. Para filsuf lainnya, di sisi lain, meneliti praktik yang ada untuk menentukan prinsip-prinsip baik dari tindakan politik maupun dari institusi politik yang dapat ditemukan. Sekali lagi, para filsuf modern, terutama, tidak lagi mencoba untuk mengenali suatu tatanan ideal atau menganalisis praktik yang ada, melainkan berusaha merumuskan syarat-syarat di mana individu secara prinsipil dapat menyetujui suatu tatanan hukum negara. Pendekatan-pendekatan ini dan lainnya terhadap pertanyaan tentang tatanan yang baik, yang benar, atau setidaknya yang stabil masih ada hingga hari ini, dan sebagian dari perdebatan terkini dalam filsafat politik dapat dipahami dengan lebih baik dalam konteks titik awal yang berbeda ini. Batasan Filsafat Politik Filsafat politik sebagai sebuah disiplin khusus dalam bidang filsafat, yang berurusan dengan tatanan politik suatu masyarakat, institusi-institusi yang sesuai, dan warga negara yang relevan, dapat dibedakan dari disiplin-disiplin filsafat yang berdekatan, yang juga berurusan dengan kehidupan bersama manusia yang teratur, karena diatur oleh aturan. Ada perbedaan yang relatif jelas dengan filsafat moral. Filsafat moral, misalnya, menyelidiki bagaimana individu dapat menjalani kehidupan yang bahagia atau bagaimana kehendak manusia dapat dijadikan kehendak yang baik. Secara modern, ia bertanya tentang apa kriteria tindakan yang benar. Penelitian filsafat moral dengan demikian pertama-tama berfokus pada dunia batin individu - ranah emosional, nafsu, atau rasional - dan masalah-masalah yang muncul dari situ untuk kehidupan individu. Satu tatanan yang terwujud dalam institusi belum menjadi bahan diskusi di sini. Lebih banyak kesamaan tematik dapat kita jumpai antara filsafat politik dan filsafat hukum. Juga, filsafat hukum dapat dipahami sebagai bagian dari filsafat karena ia tidak terutama berbicara tentang hukum yang ada (das Sein), melainkan tentang syarat-syarat dan alasan dari hukum yang benar. Dan kedekatan filsafat hukum dengan filsafat politik juga muncul dari kenyataan bahwa hukum yang benar seharusnya menjadi jaminan bagi tatanan (politik) yang sah. Jika kita memahami ilmu politik, di mana filsafat politik dianggap sebagai salah satu bagiannya, sebagai satu cabang ilmu sosial yang berbasis penelitian empiris, maka penampilan filsafat klasik dapat dipandang sebagai provokasi dengan dua alasan berikut. Di satu sisi, karena upaya filsafat yang disebutkan untuk mencari alasan terakhir, sering kali dituduh bahwa filsafat berusaha melindungi dasar-dasar bangunan pemikirannya dari kritik. Di sisi lain, dan terkait dengan hal itu, dikemukakan bahwa pernyataan dasar filsafat bukanlah pernyataan fakta yang dapat dibantah, melainkan pernyataan nilai yang pada prinsipnya tidak dapat dicapai konsensus rasional. Keberatan semacam ini harus ditanggapi secara serius. Jadi, misalnya, alasan yang hanya dapat diakses oleh sedikit ahli atau orang dalam tidak lagi meyakinkan saat ini. Oleh karena itu, sebagian besar teori filosofis kontemporer tidak beroperasi dengan pengetahuan eksklusif semacam itu. Namun, hal ini berbeda dengan nilai-nilai, dalam hal ini kita memahami keyakinan normatif yang berkaitan dengan kebebasan dan kesetaraan manusia. Kita tidak akan menganggap nilai hanya sebagai keyakinan subjektif belaka. Bagi beberapa filsuf modern, sudah menjadi hal yang lumrah bahwa prinsip-prinsip ini membentuk konstitusi demokrasi liberal Barat. Mereka berusaha membuktikan bahwa prinsip-prinsip yang dianggap penting tersebut setidaknya sudah terwujud sebagian, yaitu tercermin dalam institusi-institusi dan juga cukup sering dalam orientasi warga negara yang aktif secara politik. Namun, masih ada titik perdebatan khusus mengenai apakah prinsip-prinsip semacam itu berlaku untuk wilayah terbatas, seperti Barat atau dunia Barat, atau apakah mereka bersifat universal, berlaku untuk seluruh umat manusia.
Item Type: | Book |
---|---|
Subjects: | 100 - Filsafat dan Psikologi > 100 Filsafat > 101 Teori filsafat |
Divisions: | 75201 Ilmu Filsafat |
Depositing User: | Mr Otto Gusti Ndegong Madung |
Date Deposited: | 07 Oct 2025 00:30 |
Last Modified: | 07 Oct 2025 01:07 |
URI: | http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/3517 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |