RAHO, Bernard (2022) Berlindung Hanya Kepada Tuhan - Renungan Inspiratif Minggu Biasa ke 18, 31 Juli 2022. [Video]
|
Video (Berlindung Hanya Kepada Tuhan - Renungan Inspiratif Minggu Biasa ke 18, 31 Juli 2022)
maxresdefault.jpg - Published Version Download (160kB) | Preview |
Abstract
BERLINDUNG HANYA KEPADA TUHAN Pernah diceritakan tentang seorang pengusaha yang sangat berhasil dalam hidupnya khususnya dalam mengakumulasi kekayaan. Pada suatu hari dia mengunjungi sahabatnya yang telah menjadi Abbas pada sebuah biara kontemplatif. Setibanya di biara, dia memberitahukan bruder penjaga pintu bahwa dia ingin menjumpai kepala biara yang merupakan sahabat masa kecilnya. Kebetulan kini dia sudah menikmati hidup dengan kekayaannya yang berlimpah. Dan ia pun ingin membantu sahabatnya itu menikmati hidup dengan menyumbangang barang-barang material yang dibutuhkannya. Mendengar hal itu, bruder penjaga pintu itu tertawa terbahak-bahak sampai mengeluarkan air mata. Ia lalu berkata kepada orang itu: “Anda tidak perlu mengajarkan pimpinan saya untuk menikmati hidup. Pimpinan saya itu merupakan orang yang paling bahagia dan sangat menikmati hidup sekalipun dia tidak memiliki barang-barang material.” ********** Dalam Injil hari ini, Yesus mengakhiri wejangan-Nya dengan mengatakan: “Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah” (Luk. 12:21). Kaya di hadapan Allah berarti menemukan sesuatu yang lebih penting dan lebih bernilai daripada sekadar memperoleh atau mengumpulkan harta kekayaan. Sesuatu yang lebih penting itu, misalnya, terletak dalam kemampuan untuk memberi. Kaya di hadapan Allah berarti lebih banyak memberi daripada menerima, atau sekurang-kurangnya kita memberi sebanyak yang kita terima. Kita kenal orang-orang di dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat sulit untuk memberi tetapi begitu gampang menerima. Mereka itu sebetulnya orang yang sangat miskin di hadapan Allah. Tetapi sebaliknya tidak sedikit orang yang begitu mudah memberi, orang yang sangat murah hati dan dermawan. Mereka ini adalah orang yang kaya di hadapan Allah. Orang-orang seperti ini percaya bahwa apa yang mereka miliki sesungguhnya bukanlah milik mereka, melainkan milik Allah yang dititipkan lewat mereka. Mereka juga percaya bahwa apa yang mereka miliki merupakan pemberian yang dipercayakan Allah kepada mereka sampai batas waktu tertentu. Sesudah waktunya tiba, kita akan mempertanggung-jawabkan kembali kepada Sang Pemberi yakni Tuhan sendiri apa yang telah dititipkan-Nya kepada kita untuk dijaga atau untuk disalurkan kepada orang-orang lain. Karena itu, kita tidak boleh menggunakan kepunyaan kita sesuka atau sekehendak hati kita karena pada akhirnya kita akan mempertanggungjawabkan semua itu kepda Tuhan Sang Pencipta. Oleh karena itu kaya di hadapan Allah juga berarti bahwa kita mengatur kehidupan kita bukan semata-mata menurut keinginan kita melainkan juga atas keinginan Allah yang telah memberi kita kehidupan. Orang yang diceritakan di dalam Injil hari ini justru berbuat sebaliknya. Dia mengatur kehidupannya sendiri sesusai dengan keinginannya tanpa memperhitungkan keinginan Allah. Dia mengira bahwa dengan mendirikan lumbung-lumbung baru guna menyimpan hasil gandumnya yang begitu banyak, hidupnya menjadi aman. Tetapi dia terkejut ketika Allah berfirman kepadanya: “Hai orang bodoh! Pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu. Kepada siapa semua harta yang engkau kumpulkan itu akan pergi?” Dia menjadi sadar bahwa hidupnya bukan milik dia sepenuhnya melainkan milik Allah. Allah bisa memberi dan mengambilnya kapan saja dan kekayaan tidak mampu menyelamatkannya. *********** Bagaimanakah kita mengatur kehidupan kita? Adakah Allah menjadi menjadi pusat kehidupan kita? Ingat bahwa dunia yang kita diami ini adalah tempat singgahan saja. Segala sesuatu yang kita miliki adalah titipan Allah. Karena itu, marilah kita menggunakannya secara bijaksana agar kita tidak kehilangan harta surgawi. Kebahagiaan sejati tidak terletak dalam mengakumulasi kekayaan tetapi dalam membatasi keinginan. Orang yang kaya tidak pernah merasa puas dengan kekayaan dan selalu ingin mendapatkan lagi dan lagi. Tetapi semua itu tidak akan membuat dia memperoleh kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang sesungguhnya terletak di dalam membatasi keinginan. Jangan menginginkan apa yang tidak mungkin kita capai. Puaslah dan bersyukurlah dengan apa yang ada atau yang diberikan Tuhan kepada kita. Pemimpin biara dalam cerita tadi menikmati hidup bukan karena dia memiliki banyak harta seperti yang dikira oleh teman pengusahanya, melainkan karena dia dengan penuh syukur menerima segala sesuatu yang diberikan Allah kepadanya. Tuhan memberkati kita. Amin.
Item Type: | Video |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Renungan Inspiiratif, Renungan Katolik, Homili Tahun C, Santapan Sabda, Khotbah, Minggu Biasa ke 18, Bernardus Raho |
Subjects: | 200 – Agama > 200 Agama > 202 Ajaran |
Divisions: | 77101 Ilmu Agama/Teologi Katolik |
Depositing User: | Bernardus Raho |
Date Deposited: | 13 Mar 2024 00:08 |
Last Modified: | 13 Mar 2024 00:28 |
URI: | http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/2119 |
Actions (login required)
View Item |