GEDHO, Novaldus Adventus Wero (2023) Menggali Makna Ritus Loru Mbera dalam Perbandingan Dengan Ritus Sakramentali Pemberkatan Rumah Serta Implikasinya Bagi Karya Pastoral. Masters thesis, IFTK Ledalero.
Text
ABSTRAK.pdf Download (306kB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (422kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (534kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (718kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (630kB) |
|
Text
BAB V - DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (282kB) |
Abstract
Tulisan ini bertolak dari sebuah ritus budaya, yaitu ritus loru mbera di kampung adat Saga. Ritus loru mbera adalah salah satu ritus budaya di mana sebuah rumah adat yang sudah selesai dibangun, “dibersihkan dari segala hal-hal yang kotor”. Rumah adat di Desa Saga diibaratkan dengan seorang perempuan. Diibaratkan dengan seorang perempuan karena rumah dipercaya dapat melindungi para penghuninya dari angin dan badai. Seperti halnya seorang perempuan yang melindungi rahim dan menjamin kehidupan bagi manusia baru yang dikandungnya. Penulis merasa tertarik dan memutuskan untuk mengkaji lebih jauh tentang hakikat dan makna dari ritus ini. Penulis mengangkat ritus ini dengan alasan untuk mencari tahu apa makna ritus tersebut. Selain itu, penulis terinsiparasi untuk memberikan edukasi kepada masyarakat Saga, terutama kaum muda untuk tidak melupakan warisan budaya. Ritus loru mbera adalah salah satu ritus yang dilakukan dalam pembangunan sebuah rumah adat. Ritus tidak dilakukan setiap tahun, sehingga memiliki kemungkinan untuk dilupakan oleh generasi-generasi modern yang telah terkontaminasi oleh kemajuan modernitas dengan segala perkembangannya. Hal ini tentunya menjadi sebuah kecemasan tersendiri bagi penulis. Apalagi generasi saat ini kerap menganggap bahwa melakukan sebuah ritus adalah sebuah pekerjaan yang kuno atau primitif. Anggapan seperti ini dapat melunturkan bahkan menghilangkan kekayaan budaya yang telah lama diwariskan. Padahal kebiasaan-kebiasaan yang telah diwariskan oleh para leluhur memiliki kekayaan makna yang sangat mendalam. Setelah mengkaji ritus loru mbera, penulis menemukan persamaan makna dengan sakramentali pemberkatan rumah dalam Gereja Katolik. Persamaan makna ini merupakan wadah yang tepat untuk melakukan dialog, sehingga ritus ini memiliki kemungkinan menginkulturasikan ritus budaya ke dalam ritus Gereja Katolik. Dasar Gereja menetapkan sakramentali ialah sebagai sarana pembawa rahmat, seperti Yesus sendiri. Melalui inkulturasi, loru mbera dibaca secara baru sebagai tanda rahmat yang telah dipercayakan oleh Kristus kepada manusia demi keselamatan jiwa-jiwa. Inkulturasi ini merupakan langkah progresif serta menegaskan kesadaran akan tanggung jawab bersama terhadap perkembangan iman akan Yesus Kristus. Dengan demikian, semakin erat jalinan relasi antara Gereja dan budaya. Gereja menyerukan karya keselamatan dalam sebuah kebudayaan dan tugas dari kebudayaan tersebut menjelaskan arti inti ajaran Gereja yang dianut oleh masyarakat budaya setempat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode tersebut digunakan karena data yang diperoleh di lapangan adalah data kualitatif. Data tersebut diperoleh dengan melakukan wawancara secara individu maupun kelompok yang menghayati budaya tersebut. Wawancara langsung, menjamin keaslian penelitian. Peneliti menggunakan wawancara terstruktur, sehingga proses penelitian dapat berjalan sesuai dengan apa yang rencanakan. Peneliti dalam melakukan penelitian, berusaha menggali informasi-informasi penting dari masyarakat setempat. Oleh karena itu, peneliti melakukan kunjungan-kunjungan sambil menggali informasi kepada masyarakat mengenai ritus ini. Pada awalnya, peneliti tidak membawa serta pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dalam bentuk tulisan. Peneliti terlebih dahulu menggunakan metode wawancara. Metode wawancara yang digunakan untuk menggali informasi-informasi umum berkaitan dengan siapakah yang bisa menjadi informan kunci dalam riset ini. Dengan demikian, pertanyaan yang ditanyakan dalam wawancara ini bersifat informasi di mana penulis hanya bertanya mengenai hal umum berkaitan dengan riset. Oleh karena itu, penulis terlebih dahulu mengunjungi Kepala Desa Saga untuk meminta ijin melakukan penelitian dan mencaritahu pihak-pihak yang memiliki kapasitas untuk menjelaskan ritus tersebut. Setelah mendapat informasi dari kepala desa, peneliti mulai mengunjungi beberapa tokoh adat yang ditunjukan oleh Kepala desa untuk mendapat informasi lebih lanjut sesuai petunjuk. Dalam penelitian kepustakaan, penulis menggunakan buku-buku, dokumen-dokumen dan data dari internet yang berkaitan erat dengan tema yang digeluti. Metode ini ditempuh penulis dengan beberapa tahap aantara lain: penulis mencari, membaca dan mengolah berbagai literatur yang dibutuhkan sesuai dengan tema penelitian. Dalam usaha melakukan pengkajian, penulis menemukan perbedaan dan persamaan makna di antara keduanya. Perbedaan-perbedaan itu antara lain; pertama, hakikat pemberkatan; peran roh kudus dan leluhur sebagai pengantara; kedua, Yesus Kristus dan warisan leluhur; ketiga, perecikan air dan pemberian tanda dengan air kelapa. Sedangkan terkait dengan kesamaan-kesamaan antara lain; pertama, tradisi kristen dan tradisi budaya; kedua, perayaan komunal dan sukacita bersama; ketiga, peran umat allah dan masyarakat adat; keempat, adanya nilai kesamaan makna antara kedua ritus tersebut antara lain; memohon perlindungan, memberi dukungan kepada anggota rumah. Gereja memiliki peran penting dalam proses inkulturasi dengan budaya. Persamaan makna antara ritus yang dibawa oleh Gereja dan ritus budaya dapat diterima ke dalam suatu budaya tertentu. Inkulturasi dapat terjadi jika adanya kesamaan makna. Hal ini dapat diterima dan diterjemahkan oleh budaya agar dapat dipahami dan dimengerti oleh umat yang menerima hal tersebut, sehingga nilai yang diterima tidak disalahartikan oleh pihak yang menerima. Untuk karya misi, inkulturasi mempunyai peranan penting, bahkan dapat dikatakan sebagai hidup atau mati. Dalam mewartakan karya keselamatan Gereja harus mati terhadap kebudayaan asal (yang disandangnya waktu datang) supaya iman dapat tumbuh dalam kebudayaan baru yang menerima ajaran Gereja. Gereja merasuk ke dalam kebudayaan baru, lalu membangkitkan dan mengembangkannya. Tugas pelayan pastoral adalah meneruskan tradisi dari Jemaat Perdana untuk menyelamatkan jiwa Gerejanya. Meskipun demikian, tugas untuk menyelamatkan jiwa bukan hanya tugas dari para agen pastoral. Seluruh Gereja mengambil bagian dalam karya kerasulan walaupun atas cara yang berbeda-beda. Panggilan Kristiani menurut hakekatnya merupakan panggilan untuk merasul. Tulisan ini menggugah penulis dan para pelayan pastoral untuk memberikan penjelasan yang komprehensif dalam mewartakan kerajaan Allah di tengah kebudayaan, dan menyadari karya keselamatan yang tampak dalam liturgi sakramental dan sakramentali.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Ritus, Loru Mbera, Sakramentali, Pemberkatan Rumah |
Subjects: | 200 – Agama > 250 Orde-orde keagamaan dan Gereja setempat > 253 Kantor dan pekerjaan pastoral (teologi pastoral) 200 – Agama > 260 Teologi sosial dan gerejawi > 265 Sakramen dan ritual lain dalam Kristen 300 – Ilmu Sosial > 390 Adat istiadat, etiket, dan cerita rakyat > 392 Adat istiadat setempat |
Divisions: | 77101 Ilmu Agama/Teologi Katolik |
Depositing User: | Mr Fransiskus Xaverius Sabu |
Date Deposited: | 27 Jul 2023 23:45 |
Last Modified: | 27 Jul 2023 23:45 |
URI: | http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/1744 |
Actions (login required)
View Item |