Pandangan Gereja Katolik Tentang Aborsi dan Sikap Terhadap Pelaku Dalam Terang Hukum Kanonik

MALI, Fidelis (2021) Pandangan Gereja Katolik Tentang Aborsi dan Sikap Terhadap Pelaku Dalam Terang Hukum Kanonik. Masters thesis, IFTK Ledalero.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (1MB)
[img] Text
BAB I.pdf
Restricted to Registered users only

Download (347kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (413kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (407kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (750kB)
[img] Text
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (212kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (349kB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendalami pemahaman tentang martabat hidup manusia seturut pandangan Gereja Katolik, (2) memahami konsep, penyebab dan gagasan-gagasan pendukung tindakan aborsi, (3) menelusuri pandangan Gereja Katolik tentang perilaku aborsi dan basis penolakan Gereja terhadapnya dan (4) mengetahui sikap Gereja Katolik terhadap pelaku aborsi seturut kerangka Hukum Kanonik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kepustakaan. Penulis berusaha mencari sumber-sumber yang mengandung korelasi dengan tema yang dibahas. Sumber-sumber tersebut berupa Alkitab, kamus, dokumen-dokumen Gereja, buku-buku dan jurnal-jurnal. Di samping itu, penulis mencari dan mempelajari sumbersumber dari media elektronik, majalah-majalah, artikel-artikel yang berhubungan dengan tema pembahasan. Proses penyelesaian juga melibatkan teman-teman seperjuangan yang turut memberi sumbangan ide melalui diskusi non-formal, termasuk gubahan diksi dalam karya ini. Seluruh konsep, ide dan pendapat tersebut digumuli, direfleksikan, dianalisis dan diformulasikan dalam sebuah kerangka berpikir dan gaya berbahasa yang mudah dipahami oleh pembaca. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa Gereja Katolik memiliki pandangan yang solid mengenai hidup manusia. Hidup manusia dimaklumkan sebagai buah kreasi Allah yang istimewa. Keistimewaan tersebut nampak dalam karunia akal budi, hati nurani dan kebebasan sebagai basis untuk bertindak sebagai abdi-Nya. Anugerah istimewa tersebut meneguhkan karakteristik manusia sebagai pribadi yang bermartabat luhur. Pengakuan akan keluhuran dan kesucian hidup manusia tersebut mengandung konsekuensi logis bahwa hidup tidak boleh direduksi secara eksklusif demi kepentingan internal semata. Hidup harus dilindungi sejak awal masa pembuahan hingga keberakhirannya. Secara biblis, pernyataan ini ditegaskan secara negatif dalam kesepuluh perintah Allah agar setiap orang “jangan membunuh” sesamanya yang lain. Demikian pun dengan ajaran-ajaran Magisterium Gereja yang secara positif dan lantang mewartakan bahwa hidup manusia adalah kepunyaan Allah yang luhur dan suci sehingga setiap masyarakat umat Allah secara kolektif memiliki kewajiban untuk memelihara kehidupan tersebut secara utuh. Akan tetapi, seringkali kejahatan dan aneka tindakan diskriminatif atas hidup manusia terus terjadi. Salah satu di antaranya adalah praktik aborsi. Dalam praktik aborsi, terdapat tindakan pengeliminisian hidup manusia baru secara paksa dalam rahim. Di sini, hidup manusia baru dihentikan secara paksa melalui campur tangan manusia. Kekejian ini dilakukan atas alasan-alasan subjektif seperti kondisi kesehatan yang kurang stabil, jaminan ekonomi yang tidak memadai, kehadiran anak dalam keluarga yang dipandang sebagai pencuri yang tidak diinginkan, kehamilan di luar nikah, kehamilan akibat perkosaan, dan penerapan alat kontrasepsi yang tidak maksimal. Selain itu, secara konseptual, terdapat pula pandangan yang menegaskan bahwa setiap orang berdasarkan kebebasannya berhak memutuskan segala yang menurutnya baik termasuk dalam hal menghentikan hidup manusia baru atau aborsi. Seringkali keputusan dan perilaku tersebut mendatangkan dampak negatif bagi para pelaku, baik secara fisik, psikis maupun sosial. Dengan berlandaskan Kitab Suci sebagai dasar biblisnya, Gereja melalui ajaranajaran Magisteriumnya mengajarkan bahwa hidup manusia telah ada sejak awal masa pembuahan. Hidup individu baru tersebut sungguh sangat berbeda dengan kedua orang tuanya. Pada tahap tersebut, di dalam diri janin telah melekat hak serta nilai hidup yang tidak tergugat. Oleh sebab itu, Gereja Katolik secara lantang memaklumkan bahwa pemutusan hidup manusia dalam seala tahap pertumbuhannya ialah kejahatan yang keji. Gereja Katolik menilai tindakan aborsi yang dilakukan demi tujuan pematian hidup janin adalah kejahatan yang sangat berat sehingga tindakan demikian ditolak secara keras. Beberapa hal pokok yang menjadi dasar penolakan Gereja atas tindakan aborsi ialah antara lain; aborsi merupakan tindakan interventif atas hasil kreasi Allah, aborsi sebagai bentuk pelanggaran atas hak asasi manusia yakni hak untuk hidup, aborsi ialah kejahatan pembunuhan dan tindakan aborsi mendatangkan dosa berat bagi para pelakunya. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, institusi Gereja Katolik sebagai salah satu benteng penjaga pertahanan moral menentukan sikapnya yang tegas terhadap para pelaku aborsi. Gereja menjatuhkan hukuman yang paling berat sebagaimana tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik, kanon 1398 yakni hukuman ekskomunikasi otomatis (latae sententiae). Melalui hukuman ini, para pelaku aborsi dikeluarkan dari persekutuan Gereja secara otomatis dan tidak diperkenankan untuk menikmati atau turut serta dalam sakramen-sakramen. Dengan demikian, para pelaku tersebut tidak dapat menikmati keuntungan-keuntungan yang diperoleh melalui doa-doa Gereja. Sanksi atau hukuman ini merupan suatu bentuk terapi bagi anggota Gereja yang sakit dan terpisah dari persekutuan Gereja. Hukuman ekskomunikasi diberikan sebagai bentuk penyadaran tentang pelanggaran yang telah dilakoninya dan mengambil sikap tobat sehingga diperdamaikan lagi dengan Gereja. Pada intinya bahwa hukuman ini bertujuan untuk meyakinkan anggota Gereja bahwa perilakunya bertolak belakang dengan perintah Allah dan ajaran-ajaran Gereja. Hukuman yang dijatuhkan bersifat temporal dan tentatif. Sanksi ini terbuka pada kesempatan untuk bertobat dan pembebasan melalui absolusi. Sebagaimana sikap Allah yang berbelas kasih terhadap para pendosa, Gereja pun menaruh rasa belas kasihannya kepada para pelaku aborsi dengan memberikan kesempatan untuk bertobat dalam tata upacara sakramental. Melalui waligereja, bapa pengakuan dan secara umum para imam, setiap pendosa yang datang dengan penuh penyesalan total diberi kesempatan untuk mengalami pengampunan yang membebaskan dalam sakramen rekonsiliasi. Dengan demikian, para pelaku aborsi diterima kembali ke dalam persekutuan Gereja Katolik sebagai manusia baru.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Ajaran Magisterium Gereja, Martabat hidup manusia, Aborsi, Hukum Kanonik, Ekskomunikasi, Absolusi.
Subjects: 200 – Agama > 240 Moral Kristen dan teologi peribadatan > 241 Etika Kristen
200 – Agama > 260 Teologi sosial dan gerejawi > 262 Eklesiologi
Divisions: 75201 Ilmu Filsafat
Depositing User: Mr Perpus Ledalero
Date Deposited: 28 Sep 2021 05:11
Last Modified: 25 Nov 2022 05:05
URI: http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/985

Actions (login required)

View Item View Item