Perkawinan Campur Beda Gereja Dan Sumbangsihnya Untuk Gerakan Ekumene Gereja Katolik Keuskupan Weetebula Dan Gereja Kristen Sumba (Gks)

YUSTISIANTO, Benediktus Suhendra (2021) Perkawinan Campur Beda Gereja Dan Sumbangsihnya Untuk Gerakan Ekumene Gereja Katolik Keuskupan Weetebula Dan Gereja Kristen Sumba (Gks). Masters thesis, IFTK Ledalero.

[img] Text
ABSTRAK.pdf

Download (515kB)
[img] Text
BAB I.pdf
Restricted to Registered users only

Download (247kB)
[img] Text
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (555kB)
[img] Text
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (517kB)
[img] Text
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (426kB)
[img] Text
BAB V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (115kB)
[img] Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (354kB)
[img] Text
LAMPIRAN.pdf

Download (354kB)

Abstract

Perkawinan seturut pedoman hukum perkawinan Gereja Katolik, adalah suatu sakramen dan mempunyai kekhasan dalam perkawinan yang bersifat satu (monogam) dan tak terceraikan (indisolubilis). Perkawinan itu bertujuan untuk pemenuhan kesejahteraan suami isteri itu sendiri (bonum coniugum), serta kelahiran dan pendidikan anak-anak (bonum prolis). Perkawinan seturut pedoman Tata Gereja yang diatur dalam Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS), mengamini perkawinan Kristen yang juga bersifat satu dan tak terceraikan. Perkawinan itu bertujuan untuk pengudusan suami dan isteri, serta kelahiran dan pendidikan anak-anak. Gereja Kristen Sumba (GKS) tidak memandang perkawinan sebagai suatu sakramen, akan tetapi perkawinan itu tetap dijunjung tinggi sebagai suatu anugerah mulia yang dikendaki Allah. Gereja Katolik dan Gereja Kristen Sumba (GKS), sangat menekankan unsur hakiki kesatuan dalam baptisan yang satu dan sama, antara kedua pribadi yang hendak menikah. Perkawinan kristiani dalam kedua Gereja ini tentu memiliki syarat-syarat yang wajib dipenuhi demi sah dan halalnya perkawinan tersebut. Persiapan jarak jauh, persiapan dekat dan persiapan langsung adalah tahapan penting yang harus dilalui oleh para calon pengantin. Para calon pengantin akan berproses untuk dapat memahami dan memaknai perkawinan kristiani secara baik dan benar, lewat kursus persiapan perkawinan, katekese dan katekisasi pranikah, penggembalaan, serta penyelidikan kanonik dan tata Gereja dalam kedua Gereja. Perkawinan kristiani yang diakui dalam kedua Gereja, juga sedapat mungkin harus terbebas dari halangan-halangan yang dapat menggagalkan perkawinan yang dimaksud, seperti halnya halangan karena faktor ikatan perkawinan terdahulu, usia, kesehatan, kejahatan, tahbisan atau kaul kekal dan hubungan garis darah dalam keturunan. Perkawinan kristiani dalam konteks tatanan masyarakat pulau Sumba yang pluralis dalam keanggotaan Gereja, secara khusus antara pemeluk Gereja Katolik dan Gereja Kristen Sumba (GKS), mempunyai suatu kekhasan khusus dalam terang ekumene. Kenyataan ini selalu membuka peluang bagi lingkaran perkawinan campur. Gereja Katolik mengenal dua jenis perkawinan campur, yakni perkawinan campur beda Gereja (mixta religio) dan perkawinan campur beda agama (disparitas cultus). Gereja Kristen Sumba (GKS) pada awalnya tidak mengenal bentuk perkawinan campur. Namun dalam kerja sama ekumene, kedua Gereja telah duduk bersama untuk merumuskan dan menyepakati suatu perjanjian, yang dikenal dengan nama perjanjian Perkawinan Campur Gerejani (PCG). Perjanjian ini hanya berlaku untuk perkawinan campur beda Gereja antara anggota kedua Gereja tersebut. Perkawinan Campur Gerejani (PCG), harus mengantongi izinan (licentia) dari pimpinan kedua Gereja, serta melewati tahapan-tahapan perkawinan yang diatur dalam masing-masing Gereja dan mengindahkan kesepakatan, serta janji yang telah ditetapkan bersama oleh kedua pihak, demi sah dan halalnya perkawinan tersebut, secara khusus menyangkut janji untuk setia dalam iman dan keaggotaan Gereja masing-masing, janji tentang baptisan dan pendidikan iman anak-anak, serta janji untuk mempertahankan keutuhan perkawinan seumur hidup. Gereja universal telah berjalan dalam sebuah ziarah teramat panjang, dengan lika-liku kehidupannya yang beragam. Terdapat serentetan perpecahan besar dalam tubuh Gereja Yesus Kristus, yakni perpecahan pasca konsili Khalsedon terkait pertentangan antara aliran monofisitisme dan nestorianisme, perpecahan karena skisma Gereja Timur Yunani (Konstantinopel) dan Gereja Barat Latin (Roma), perpecahan karena gerakan reformasi yang dipelopori oleh Martin Luther, Yohanes Kalvin dan Ulrich Zwingli, perpecahan karena skandal perkawinan Raja Henry VIII yang melahirkan Gereja Anglikan, dan serentetan perpecahan-perpecahan kecil lainnya dalam tubuh Gereja yang melahirkan banyak denominasi-denominasi Gereja. Sekian banyak usaha untuk menghidupkan gerakan ekumene mulai digalakkan, meski dalam kenyataannya Gereja Katolik sendiri pada mulanya terkesan apatis dan tertutup pada gerakan ekumene. Gereja Katolik baru mulai bergiat dalam gerakan ekumene untuk upaya pemulihan kesatuan Gereja, pasca Konsili Vatikan II. Dewasa ini terdapat banyak usaha-usaha yang nyata dari umat kristiani yang tersebar di pelbagai Gereja, untuk mencapai persatuan Gereja Yesus Kristus yang tunggal. Gerakan itu lazimnya dikenal dengan sebutan gerakan ekumene. Kata ekumene diambil dari kata bahasa Yunani, oikumene yang berarti seluruh dunia atau dunia yang dihuni. Ekumene adalah medan karya Gereja, tempat Gereja hidup dan menjalankan tugasnya untuk mewartakan Injil. Dalam perjalanan sejarah, kata ekumene telah mengalami beberapa perubahan makna. Ekumene dapat berarti hal yang berhubungan dengan dunia seluruhnya. Ekumene juga berarti hal yang berhubungan dengan Gereja seluruhnya dan hal-hal yang berlaku secara umum dalam Gereja, di mana ada hubungan antara dua atau lebih Gereja yang saling mengusahakan kesatuan. Ekumene dapat diartikan pula sebagai sikap batiniah yang mengungkapkan kesatuan Kristen dan keinginan atas kesatuan itu. Maka dewasa ini ada dua arti dan makna dalam kata ekumene, yakni yang bersifat universal dan misioner menyangkut seluruh dunia dan sesuatu yang menyangkut kesatuan GerejaGereja. Kedua arti ini saling berhubungan sebab gerakan ekumene modern berasal dari gerakan misi. Gerakan ekumene secara universal mulai digalakkan sejak terbentuknya Dewan Gereja-Gereja Sedunia, meski tidak semua Gereja terwakilkan saat itu. Dalam konteks lokal, Gereja Katolik Keuskupan Weetebula dan Gereja Kristen Sumba memiliki sejarah pergumulan yang panjang tentang Gerakan Ekumene di pulau Sumba. Cukup lama kedua Gereja berjalan dalam situasi hubungan yang renggang dan retak, karena adanya sikap saling curiga dan sentimen satu sama lain, serta kecemburuan terkait pertumbuhan jumlah anggota masing-masing Gereja. Angin segar yang membawa kesadaran baru tentang gerakan ekumene di Sumba baru terjadi pada tahun 1968, dengan berdirinya Badan Kontak Antar-Gereja (BKAG) yang diprakarsai oleh Gereja Kristen Sumba dan Gereja Katolik Keuskupan Weetebula. BKAG adalah lembaga resmi yang bergiat dalam upaya pelaksanaan pelbagai kegiatan ekumene antar kedua Gereja di pulau Sumba. Salah satu keberhasilan BKAG yang mendorong pertumbuhan gerakan ekumene di pulau Sumba terwujud dalam perjanjian Perkawinan Campur Gerejani (PCG). Perkawinan campur beda Gereja, dalam tatanan masyarakat pulau Sumba yang pluralis dalam keanggotan Gereja, merupakan suatu realitas yang tidak dapat dihindari. Sifat universalitas cinta turut mendukung perjumpaan antara pribadi laki-laki dan perempuan dalam lingkaran perkawinan campur, yang melampaui batasan-batasan manusiawi termasuk perbedaan keanggotan Gereja. Perkawinan campur beda Gereja pada dasarnya tetap mempunyai sifatnya tersendiri, mencakup banyak unsur yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan dengan baik sebagai sumbangan kepada gerakan ekumene. Hal ini menjadi sangat penting apabila suami isteri tetap setia kepada keanggotaan Gereja mereka. Baptisan yang satu dan sama yang telah diterima, membekali suami isteri dalam pernikahan itu dengan dasar dan motivasi untuk mengungkapkan kesatuan mereka di bidang nilai-nilai moril dan rohani. Perkawinan campur beda Gereja di Sumba telah dan terus akan memberikan sumbangsih yang besar untuk gerakan ekumene Gereja Katolik Keuskupan Weetebula dan Gereja Kristen Sumba. Dalam perkawinan campur beda Gereja, kedua pihak Gereja telah secara bersama bekerja seoptimal mungkin sejak proses awal persiapan perkawinan, pelaksanaan pemberkatan dan peneguhan perkawinan yang dimaksud dan pastoral pendampingan yang tetap dan berkelanjutan pasca perkawinan. Kedua Gereja menyadari adanya suatu panggilan bersama untuk memberikan kesaksian bersama pula tentang nilai-nilai Injili di pelbagai dimensi kehidupan, termasuk di dalam kehidupan perkawinan anggota Gerejanya masing-masing. Keluarga-keluarga kristiani yang hidup dalam ikatan perkawinan campur beda Gereja di Sumba, dengan caranya yang khas telah memberikan sumbangan yang besar untuk gerakan ekumene. Sejak awal, proses persiapan perkawinan telah dilakukan secara lintas Gereja, dengan tujuan agar calon pasangan suami dan isteri sedari awal telah memiliki pemahaman yang cukup tentang paham perkawinan dalam kedua Gereja. Lebih dari itu, calon pasangan suami dan isteri juga dihantar pada kesadaran baru untuk dapat memahami dan menghargai setiap persamaan dan perbedaan yang ada dalam kedua Gereja. Dalam pelaksanaan pemberkatan dan peneguhan perkawinan, wajah ekumene juga sangat ditampilkan, lewat sejumlah keputusan bersama yang diambil terkait perkawinan campur beda Gereja. Kedua pihak menyepakati pada Gereja manakah upacara perkawinan itu akan dilangsungkan, dengan kehadiran pastor dan pendeta yang secara bersama mengatur jalannya perayaan perkawinan tersebut. Kedua pihak juga menyepakati pembagian baptisan anak-anak yang akan dilahirkan, serta berusaha untuk mendidik anak-anak seturut nilai-nilai iman pada Gereja di mana anak tersebut dibaptis. Pasca perayaan perkawinan, wajah ekumene semakin dipererat di antara kedua Gereja lewat keluarga Kristen yang menikah beda Gereja. Keluarga-keluarga ini menjadi duta ekumene lewat beragam cara yang khas. Terbentuknya paguyuban keluarga beda Gereja, dilaksanakannya pelbagai kegiatan lintas Gereja seperti halnya rekoleksi dan retret bersama keluarga beda Gereja, tanggungan liturgi dan koor bersama lintas Gereja, serta aksi-aksi sosial kemanusiaan yang dilakukan secara lintas Gereja oleh keluarga-keluarga yang menikah beda Gereja. Suami dan isteri, serta anak-anak selalu aktif dan giat dalam pelbagai kegitan lintas Gereja yang dijalankan. Pada tingkat yang lebih tinggi, kedua Gereja secara bersama menjalankan pendampingan dan pelayanan pastoral yang bernuansa ekumene. Adanya kunjungan pastor dan pendeta lintas Gereja untuk pertukaran mimbar dan kunjungan ke rumah keluarga beda Gereja, serta pendampingan katekese keluarga beda Gereja, yang diatur secara bersama lewat komisi keluarga dalam kedua Gereja. Dialog ekumene terus dibangun oleh kedua Gereja untuk membahas pelbagai masukan tentang keberhasilan juga hambatan dan tantangan yang dialami oleh keluargakeluarga Kristen yang hidup dalam ikatan perkawinan campur beda Gereja. Kedua Gereja juga menyadari bahwa, perkawinan campur beda Gereja tidak boleh dipakai sebagai alat untuk membenarkan terjadinya indiferentisme dan proselitisme dalam kedua Gereja yang dapat merusak citra wajah ekumene yang telah dibangun. Kesadaran yang selalu dibangun ialah bahwa keluarga-keluarga Kristen yang hidup dalam ikatan perkawinan campur beda Gereja, telah menjadi pencerminan wajah Gereja yang bersatu dalam kemajemukannya. Perkawinan campur beda Gereja, sejatinya telah dan akan terus memberikan sumbangan yang bermakna bagi gerakan ekumene di pulau Sumba.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: 200 – Agama > 200 Agama > 200 Agama
200 – Agama > 240 Moral Kristen dan teologi peribadatan > 248 Pengalaman, praktik dan hidup Kristiani
Divisions: 77101 Ilmu Agama/Teologi Katolik
Depositing User: Mr Perpus Ledalero
Date Deposited: 28 Sep 2021 03:40
Last Modified: 05 Dec 2022 07:14
URI: http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/981

Actions (login required)

View Item View Item