Home Bentara Pesan kepada PMKRI

Pesan kepada PMKRI

744
0
SHARE
Pesan kepada PMKRI

Keterangan Gambar : PMKRI St. Thomas Morus Maumere berdemonstrasi meminta Polri menangkap dan mengadili Ustaz Abdul Somad.

 

Senin, 19 Agustus 2019, puluhan anggota PMKRI St. Thomas Morus Maumere, Kabupaten Sikka, melakukan aksi demonstrasi di sejumlah ruas jalan di Kota Maumere dan Mapolres Sikka. Mereka mendesak Polri menangkap dan mengadili Ustaz Abdul Somad yang diduga melakukan penghinaan terhadap agama Katolik.

Aksi demonstrasi PMKRI St. Thomas Morus Maumere tersebut tentu saja dapat dipahami. Sebagai kaum muda yang mengimani Yesus sebagai Tuhan, yang membanggakan ajaran Cinta Kasih Yesus, dan yang mengidolakan pribadi-Nya sebagai tokoh terbesar dalam sejarah umat manusia, mereka pasti sangat terluka. Alhasil, aksi demonstrasi menuntut penghakiman terhadap Ustaz Somad tak terbendung.      

Dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum dan demokrasi, aksi para anggota PMKRI tersebut bisa dianggap wajar, bahkan menjadi suatu keharusan demi keadilan. Tentu masih segar dalam ingatan kita, pernyataan Ahok yang murni tanpa intensi menghina Alquran saja masih membuat dia terjerat hukum, apalagi penghinaan secara sadar dan sevulgar yang dilakukan oleh Ustaz Somad.

Selain itu, aksi PMKRI ini juga dapat diapresiasi sebagai tindakan berani untuk mengingatkan siapa pun di negeri ini agar tahu menghargai orang lain, cerdas membedakan apa yang benar dan salah, serta bijak memilah apa yang pantas dan tidak pantas dikatakan dalam konteks Indonesia yang sangat plural ini.   

Tetapi, kalau sampai PMKRI mati-matian menuntut agar Ustaz Somad dihukum, pertanyaan yang muncul adalah apa sih untungnya menangkap dan mengadili orang seperti Ustaz Somad ini? Bukankah aksi "gigi ganti gigi" itu hanyalah pemuasan nafsu dendam yang bakal mengekalkan rantai kejahatan dan konflik di negeri ini? 

Pertanyaan di atas menantang kita untuk menanggapi kasus Ustaz Somad dari perspektif ajaran Gereja Katolik, yang bersumber dari ajaran dan teladan hidup Yesus sendiri.

Yesus, Putra Allah yang menjadi manusia, melalui teladan hidup dan ajaran-ajaran-Nya, memberikan gambaran yang khas tentang Sang Pencipta dan Penyelenggara semesta yang Mahaagung, Mahakudus, dan Mahakuasa itu sebagai Bapa yang Mahamurah, Mahakasih, dan Mahapengampun. Gambaran diri Allah yang dibawa Yesus bukanlah Allah seperti para dewata yang haus darah, penghakim yang bengis-kejam, sang pemarah yang giat sweeping untuk membasmi para pendosa, dan apalagi perakit bom dan penebar teror. Allah yang ditampilkan Yesus melalui ajaran dan teladan hidup-Nya adalah Bapa yang murah hati, pemaaf, yang akrab dan dekat dengan manusia, terutama para pedosa, guna menunjukkan kepada mereka jalan yang benar menuju keselamatan yang kekal, yakni persekutuan abadi bersama Dia di surga. Yesus menampilkan diri-Nya sebagai terang, jalan, dan kebenaran, yang pantas dan layak diteladani, bukan sebagai pemimpin yang selalu berteriak mengecam dan mengkufurkan orang lain, serta suka menghakimi orang lain atas kesalahan tertentu, padahal Ia sendiri tercebur di dalamnya.

Dalam konteks kasus Ustaz Abdul Somad, aktualisasi ajaran Yesus ini sungguh dituntut dari kita. Dan pertanyaannya, apakah kita mampu memaafkan dan mengampuni Ustaz Somad?

Jawabannya, bisa, dan memang harus bisa, karena ini tuntutan aktualisasi iman. Jika tidak bisa memaafkan dan mengampuni, jangan pernah mangaku mengimani Yesus Kristus. Lagi pula, dalam konteks Indonesia, sikap iman seperti ini sangat penting untuk mengurangi kecenderungan penyelesaian pelbagai persoalan secara legalistik. Perlu disadari bahwa penyelesaian masalah secara legalistik tidak pernah menghadirkan pendekatan win-win solution. Bahkan, sudah pasti ada pihak yang diuntungkan dan yang lainnya merasa dirugikan. Dan karena itu, dendam dan rencana pembalasan akan tetap tersimpan. 

Selain itu, aktualisasi iman itu juga sangat penting untuk mengekang arogansi kita untuk bertindak seakan-akan lebih besar dari Tuhan. Kita manusia cumalah setitik debu di dalam tatanan semesta ini. Jadi, janganlah sok besar dan sok bertanggung jawab untuk membela Tuhan. Tuhan terlalu besar untuk ditolong dan dibela, apalagi dengan cara kekerasan. Tuhan juga tidak ternoda oleh kata-kata jorok manusia dan tidak gampang tersinggung, apalagi terluka oleh penghinaan kita manusia. Justru sebaliknya, Ia sangat prihatin dengan kedegilan kita terhadap ajaran cinta kasih-Nya, dan sangat mencintai kita manusia yang selalu jatuh dan jatuh lagi ke dalam dosa, hingga Ia harus mengorbakan diri-Nya untuk menebus kita. Jadi, jangan pernah tersinggung, apalagi membalas dendam dan melakukan kekerasan atas nama Tuhan, sebab Tuhan tidak seperti kita manusia. Jangan pernah "membanjak" Tuhan untuk memuaskan nafsu-nafsu duniawimu.

Demikian halnya agama. Kebenaran agama tidak perlu dibela, sebab senjata kebenaran adalah kebenaran itu sendiri. Hanya agama yang lemah dan yang tidak memiliki kebenaranlah yang patut dibela. Tetapi, jika demikian, maka itu bukan agama.     

Oleh Amandus Klau