Konsep Tubuh Sebagai Korban Dalam Perspektif Hidup Selibat Dan Perkawinan Katolik

WANGGU, Simforianus Kabrini (2020) Konsep Tubuh Sebagai Korban Dalam Perspektif Hidup Selibat Dan Perkawinan Katolik. Undergraduate thesis, STFK Ledalero.

[img] Text
Simforianus Kabrini Wanggu.pdf
Restricted to Registered users only

Download (990kB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan konsep tubuh sebagai korban, dan (2) mendeskripsikan konsep tubuh sebagai korban dalam perspektif hidup selibat dan perkawinan Katolik. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah deskripsi kualitatif. Objek yang diteliti adalah konsep tubuh manusia secara umum dan konsep tubuh sebagai korban dalam model panggilan hidup selibat dan perkawinan Katolik. Sumber data utama berupa data sekunder dari penelitian kepustakaan. Penulis menggunakan literatur kepustakaan dengan cara membaca sumber dan mengambil gambar melalui foto yang nanti akan digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengambil sumber-sumber dari internet demi melengkapi tulisan ini. Panggilan hidup selibat dan perkawinan adalah dua model panggilan dalam hidup Katolik sebagai anggota Gereja. Dalam menjalani kedua model panggilan hidup ini, setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing yang harus diemban dan dipenuhi. Dalam hidup selibat misalnya seorang imam selibater menjalankan tugasnya sebagai imam yang memimpin ekaristi dan melayani sakramen lainnya dalam tugas pastoralnya. Selain itu dalam hidup perkawinan, suami-istri menjalani hidup untuk berumah tangga dengan bertanggung jawab melahirkan dan mendidik anak. Namun dalam kenyataan hidup sehari-hari, orang terkadang keliru dan salah memandang konsep dan cara hidup dari model panggilan hidup yang lain. Dari pandangan yang keliru ini akan berdampak dengan adanya sikap saling merendahkan model panggilan hidup yang lain dan tidak menghargainya. Perbedaan pandangan ini semakin nampak dalam hal yang nyata yang membedakan kedua model panggilan hidup ini dalam menjalani panggilan hidupnya, yaitu perihal kawin dan tidak kawin. Orang yang menjalani panggilan hidup berkeluarga adalah mereka yang sudah sah dalam ikatan perkawinan yang suci untuk membentuk keluarga dan menjalani tujuan dari perkawinan itu untuk bisa menghasilkan anak dengan melakukan tindakan persetubuhan. Dalam hal ini, para suami-istri yang hidup berkeluarga bisa kawin dan melakukan hubungan seksual secara sah dan normal. Sedangkan bagi mereka yang memilih hidup selibat adalah mereka yang mempersembahkan hidupnya dengan tidak kawin demi Kerajaan Allah. Dalam hal ini, kaum selibater tidak bisa kawin karena mereka mempersembahkan diri dan tubuhnya untuk Tuhan. Kenyataan menunjukkan bahwa di antara kedua model panggilan hidup ini, orang saling merendahkan kehidupan satu sama lain. Dari orang yang hidup berkeluarga (menikah) cenderung melihat orang yang hidup selibat sebagai orang yang tidak normal karena melawan kodrat dengan tidak kawin. Begitu juga sebaliknya, dari kaum selibat memandang orang yang menikah sebagai orang yang tidak suci dan kudus karena sudah dinodai dengan tindakan persetubuhan. Di sini tubuh menjadi objek yang menyebabkan perbedaan pandangan di antara keduanya. Jika tubuh digunakan untuk berhubungan seksual, maka tubuh menjadi tidak suci lagi, dan ketika tubuh tidak digunakan dalam hubungan seksual, maka tubuh dilihat sebagai sesuatu yang tidak berguna karena melawan kodrat dengan tidak kawin. Di sinilah letak perseteruan antara hidup selibat dan perkawinan Katolik yang menurut penulis harus dikaji dan diatasi sedini mungkin. Penulis dalam skripsi ini mencoba menjembatani konsep dan pandangan yang keliru di antara kedua model kehidupan di atas dengan jalan keluar konsep tubuh sebagai korban. Di sini tubuh dikorbankan bukan semata-mata dilihat sebagai objek yang bisa atau tidak bisa digunakan dalam hubungan seksual, tetapi bagaimana tubuh itu menjadi unsur yang paling penting dalam hidup dan diri manusia sebagai pribadi yang bertubuh. Di sini penulis coba mengangkat lagi martabat dan nilai tubuh yang selama ini cenderung dilihat dari sisi yang negatif semata. Penulis mencoba melihat tubuh sebagai satu kesatuan utuh dalam diri manusia, apa pun bentuk panggilan hidup yang ia jalani, tubuh tetaplah suci dan kudus karena ia menjadi perantara untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan untuk menyingkapkan misteri Allah yang tidak kelihatan dalam tubuh manusia yang kelihatan. Konsep tubuh sebagai korban yang dimaksudkan oleh penulis adalah sesuatu yang menyatakan kebaktian dan kesetiaan terhadap tugas yang diberikan dan mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah dan sesama. Di sini, tubuh dijadikan sebagai korban bagi Allah dan sesama. Lewat tubuh yang dikorbankan, setiap orang dengan panggilan yang ia jalani bisa memberikan diri yang terbaik bagi Allah dan sesama. Konsep tubuh sebagai korban dilandasi dari pandangan teologis tentang tubuh yang melampaui pandangan filosofis, pandangan antropologis dan sosiologis tentang tubuh yang hanya melihat tubuh dikorbankan untuk mencari keuntungan sesaat dan melihat tubuh dari dua sisi yang berlawanan, antara yang baik dan yang jahat, yang suci dan kotor. Oleh karena itu, tubuh sebagai korban yang kudus adalah tubuh yang satu yang terdapat dalam hidup selibat dan perkawinan Katolik, yang dikorbankan sebagai pemberian dan persembahan yang total kepada Allah dan sesama. Selain itu, untuk menjawabi persoalan pengobjekan terhadap tubuh yang selama ini sering dipraktikkan dalam kehidupan perkawinan suami-istri, melalui pemberian tubuh sebagai korban, suami istri tidak melihat tubuh sesamanya sebagai objek yang dinikmati sesuka hati melainkan sebagai subjek yang patut dihargai dan dihormati, karena tubuh merupakan cara mengungkapkan keberadaan Allah yang tidak kelihatan dalam tubuh manusia yang kelihatan. Dalam hidup selibat, tubuh dilihat sebagai suatu pemberian total demi Kerajaan Allah. Dengan dilandasi oleh keteladanan Yesus yang rela menyerahkan diri-Nya di salib demi menebus dosa manusia, para imam selibater menerima tugas yang mulia demi Kerajaan Allah dengan tidak kawin. Mereka memberikan diri dan tubuhnya demi Allah dan sesama. Mereka menjadikan tubuhnya sebagai sarana untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan bersedia menjadi seperti Allah untuk melaksanakan kurban ekaristi yang menghidupkan. Para imam selibater mengorbankan tubuhnya yang suci dan kudus bagi Allah dan siap menjadi Kristus yang lain bagi sesama dengan bertindak in persona Christi. Selain itu, sumbangan terbesar hidup selibat para imam bagi keluarga Katolik yang menikah adalah suatu cara hidup eskatologis, sehingga pandangan dari mereka yang menikah terhadap para selibat yakni tidak sehat secara seksual dapat diatasi. Bahwa bukan karena mereka tidak sehat secara seksual, tetapi mereka dengan berani memilih jalan ini demi Kerajaan Allah dengan menjaga tubuhnya dengan tidak kawin. Selain itu bagi para selibater sendiri, khususnya para imam, bahwa penghayatan selibat tidak hanya sebatas tubuh tidak dinodai dengan tindakan seksual, tetapi bagaimana mereka menggunakan tubuhnya yang fana untuk menjadi bait Allah dan Kenisah Roh Kudus sehingga dengan itu para imam bisa melaksanakan ekaristi kudus bagi Allah dan bagi sesama umat, sebab ia adalah rekan kerja Allah dan sebagai pelaksana kurban itu sendiri. Tubuh manusia baik tubuh suami istri yang menikah dan tubuh kaum selibat dalam hidup membiara merupakan anggota Kristus. Kristus menjadi kepala tubuh manusia. Sebagaimana tubuh bersatu dengan kepala, begitu juga manusia harus bersatu dengan Kristus sebagai kepala. Tubuh suami-istri yang menikah dan tubuh imam selibater adalah bait Roh Kudus yang diperoleh dari Allah dan bukan milik manusia sendiri, tetapi semuanya milik Allah. Oleh karena itu, setiap orang harus bisa menjaga dan merawat tubuh dengan baik, sebab tubuh itu suci dan kudus tempat berdiam Allah. Dengan kata lain setiap orang hendaknya harus bisa menggunakan tubuh sebagai senjata kebenaran untuk mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah ke tangan sesama dan dunia. Karena itu, anjuran praktis dari penulis dari tulisan ini adalah untuk setiap orang, apa pun panggilan hidup yang dijalani harus bisa mempertanggungjawabkan di hadapan Allah dan sesama, karena semua bentuk panggilan hidup sama-sama baik bagi Allah.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Uncontrolled Keywords: Tubuh, korban, selibat, perkawinan, suami-istri, imam selibater.
Subjects: 200 – Agama > 240 Moral Kristen dan teologi peribadatan > 241 Etika Kristen
200 – Agama > 240 Moral Kristen dan teologi peribadatan > 249 Kehidupan keluarga dalam ajaran Kristiani
Divisions: 75201 Ilmu Filsafat
Depositing User: Mr Floribertus Herichis Wanto Tapo
Date Deposited: 17 Oct 2020 03:06
Last Modified: 23 Dec 2022 00:28
URI: http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/72

Actions (login required)

View Item View Item