RAHO, Bernard (2022) Dia Mati Untuk Menggantikan Saya, Renungan Inspiratif Jumat Agung, 15 April 2022. [Video]
Video (Dia Mati Untuk Menggantikan Saya, Renungan Inspiratif Jumat Agung, 15 April 2022.)
maxresdefault.jpg - Published Version Download (156kB) |
Abstract
DIA MATI UNTUK MENGGANTIKAN SAYA Anda mungkin pernah mendengar nama Maximiliam Kolbe. Dia adalah seorang imam Fransiskan yang dihukum mati karena menyelamatkan orang-orang Yahudi. Pada waktu itu dia dipenjarakan di Auschwitz Polandia. Auschwitz dikenal sebagai penjara yang sangat kejam dan dianggap sebagai terminal terakhir sebelum orang menjalani hukuman mati. Penjagaannya sangat ketat. Pada bulan Februari 1941 ada seorang narapidana yang hendak dieksekusi. Namanya Frandishek Gasovnachek. Di hadapan tentara yang hendak menembaknya dia menangis: “Tolong, jangan tembak saya. Saya mempunyai isteri dan anak-anak”. Tangisan itu didengar oleh Pater Maximiliam Kolbe. Dia maju ke depan dan berkata kepada tentara itu: “Saya menggantikan dia”. Kolbe kemudian diantar ke sebuah sel tanpa makanan bersama sembilan tahanan lainnya. Dia masih bisa bertahan sampai 14 Agustus 1941. Beberapa tahun lalu Frandishek Gasovnachek yang berumur 82 tahun diwawancarai oleh Televisi NBC. Sambil menangis dia menceriterakan pengalaman saat terakhir ketika dia diselamatkan oleh Pater Maximiliam Kolbe. Kemudian dia menunjukkan sebuah plakat yang berisi foto Pater Maximiliam Kolber dan di bawahnya tertulis “Kenangan untuk Pater Maximiliam Kolbe – Dia mati untuk menggantikan saya”. Setiap hari Gasovnachek hidup dengan kesadaran: “Saya hidup karena seseorang telah mati untuk saya”. Setiap tanggala 14 Agustus dia berziarah ke Auschwitz. ********* “Dia telah mati untuk menggantikan saya”. Maximiliam Kolbe bersedia mati untuk menyelamatkan seorang Yahudi bernama Frandishek Gasovnachek. Hal yang sama kita kenangkan dalam perayaan Jumaat Agung ini. Yesus telah mati untuk menyelamatkan umat manusia yang sesungguhnya harus mati karena dosa-dosa yang telah dilakukannya. ********* Pada sore hari ini, kita mengenangkan kematian Yesus di kayu salib di atas gunung Golgotha. Ada sebuah praktik yang sudah tua di dalam kehidupan Gereja yakni merefleksikan tujuh ucapan Yesus dari Salib yakni kata-kata pengampunan, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (23:34); 2) kata-kata jaminan, “Aku berkata kepadamu, sessungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk. 23:43); 3). kata-kata hiburan, “Ibu, itulah anakmu; itulah ibumu (Yoh. 19:26-27); 4). kata-kata yang mengungkapkan keluhan, “Eli-Eli lama sabakhtani – Allah-Ku ya Allah-Ku mengapa Engkau meninggalkan Daku” (Mat. 27:46); 5). kata-kata yang mengungkapkan penderitaan:“Aku haus” (Yoh. 1928); 6). kata-kata yang berisi komitmen dan penyerahan diri , “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku” (Luk. 23:46); 7). kata-kata kemenangan, “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu berkatalah Ia: Sudah selesai” (Yoh. 19:30). Dalam kesempatan ini saya mengajak kita sekalian untuk merenungkan ucapan Yesus yang pertama “, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (23:34); 2). Ketika kedua penjahat lain mungkin berteriak-teriak dan mengutuki orang yang menyalibkan mereka, Yesus orang yang tidak bersalah karena tidak melakukan satu kesalahanpun melawan kemanusiaan atau Allah bukannya mengeluh dan berteriak-teriak melainkan memohon pengampunan bagi orang-orang yang telah menyalibkan dia dan kepada semua orang yang karena kebebalannya berbuat dosa sehingga mengantar mereka kepada kematian. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”. Dengan kata-katanya itu, Yesus melakukan apa yang dia khotbahkan “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi orang yang membenci kamu” (Mat. 5:44). Yesus juga memperingatkan Petrus supaya pengampunan yang kita berikan tanpa batas. Dia juga menyapa Yudas yang mengkhianatinya sebagai sahabat. Mengikuti gurunya, Santu Stefanus juga berbuat serupa: “Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka (Kis. 7:60). Santu Cyprianus memberikan koin emas sebagai kenangan perpisahan kepada orang yang membunuhnya. Santu Thomas Morus memeluk dan mencium tentara yang mengeksekusinya. Orang-orang ini telah mengikuti teladan guru mereka. Ucapan Yesus itu menyebabkan para tentara itu berkata: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah”. Pertanyaan untuk kita adalah seandainya ada orang yang melukai perasaan kita dapatkan kita memaafkan orang itu, memohon berkat Tuhan bagi orang bersangkutan, dan terus memperlakukan dia sebagai sahabat? Pepatah Cina mengatakan: “Orang yang membenci orang lain, menggali dua kubur; satu untuk dirinya sendiri dan satu untuk orang lain”. Karena itu, baiklah kalau kita mendengar nasehat santu Paulus: “Karena itu hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni” (Ef. 4:32). A . Semoga. Tuhan memberkati kita. Amen.
Item Type: | Video |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Renungan, Renungan Katolik, Renungan Inspiratif, Jumat Agung, Homili, Khotbah |
Subjects: | 200 – Agama > 200 Agama > 202 Ajaran |
Divisions: | 77101 Ilmu Agama/Teologi Katolik |
Depositing User: | Bernardus Raho |
Date Deposited: | 13 Mar 2024 00:05 |
Last Modified: | 13 Mar 2024 00:40 |
URI: | http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/2103 |
Actions (login required)
View Item |