Oleh: Toni Mbukut
Alumnus Pascasarjana STFK Ledalero
Cerita:
Di sebuah kampung, ada tiga orang sahabat yang sangat akrab. Mereka bernama Cinta, Pengorbanan, dan Ketaatan. Suatu hari mereka pergi bermain-main di pantai. Cinta dan Ketaatan asyik berenang-renang di tepian tasik, sementara Pengorbanan sedang duduk termenung di bawah sebuah pohon bakau yang rindang. Beberapa saat kemudian, sebuah ombak besar datang menerjang Cinta dan Ketaatan. Cinta yang kuda-kudanya lemah terseret oleh ombak masuk ke dalam lautan. Sedangkan Ketaatan yang kuda-kudanya cukup kuat berhasil menyelamatkan diri. Ketaatan kemudian memanggil-manggil Pengorbanan. “Pengorbanan! Pengobanan!”, teriak Ketaatan. “Cepat tolonglah Cinta! Ia hampir tenggelam”. Tanpa pikir panjang Pengorbanan langsung berlari dan berenang masuk ke dalam lautan untuk menyelamatkan Cinta. Setelah berjuang keras, ia pun berhasil menyelamatkan Cinta. Namun karena kejang, Pengorbanan sendiri yang justru mati lemas dalam lautan. Ketika melihat peristiwa itu, Ketaatan pun berujar: “Cinta itu hidup karena Pengorbanan”. Mendengar ujaran Ketaatan, Cinta pun membalas: “Pengorbanan menyelamatkan Cinta karena Ketaatan.
Refleksi:
Peristiwa salib dan penderitaan Yesus yang kita kenangankan hari ini merupakan sebuah peristiwa cinta penuh pengorbanan dari Yesus untuk menyelamatkan manusia dan demi ketaatanNya kepada kehendak Bapa.
Yesus sangat mencintai manusia. Namun manusia kadang tidak menyadari betapa besarnya cinta Yesus ini. Hati manusia dikabuti oleh dosa, sehingga kadang susah untuk menyaksikan cinta Tuhan. Dosa yang sama sudah membelenggu manusia dan menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan dan maut sejak kejatuhan manusia pertama.
Misi utama Yesus di dunia ini adalah untuk mewartakan Kerajaan Allah. Yesus begitu setia dengan misiNya ini. Buktinya Ia rela berjalan kaki dari kota ke kota untuk memberitakan kabar baik, menyembuhkan orang sakit dan membebaskan orang berdosa (Bdk. Luk. 4: 18-19). Ia berani menentang pemuka agama Yahudi dan mengeritik mereka dengan pedas, walaupun karena alasan itu, Ia kemudian dimusuhi, diancam dan akhirnya menanggung penderitaan di Kayu Salib.
Yesus harus menjadi korban penebusan bagi manusia untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa. Penebusan menurut adat Yahudi berarti jaminan untuk membebaskan seseorang dari dosanya. Jika seseorang berbuat dosa, maka ia harus mempersembahkan binatang tertentu sebagai korban penebus dosa. Dengan demikian, ia terbebaskan dari dosanya. Misalnya: “Jikalau seseorang berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal yang dilarang Tuhan tanpa mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus menanggung kesalahannya sendiri. Haruslah ia membawa kepada Imam seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba yang sudah dinilai, sebagai korban penebus salah. Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu karena perbuatannya yang tidak disengaja dan yang tidak diketahuinya itu, sehingga ia menerima pengampunan. Itulah korban penebus salah” (Im. 5:17-19a).
Yesus adalah anak domba yang memberikan diriNya sendiri sebagai korban penebus bagi dosa-dosa manusia. Ia mengorbankan diri di kayu salib supaya manusia terbebaskan dari belenggu dosa. Pengorbanan Yesus ini adalah bukti cintaNya yang begitu besar kepada manusia. Ia sendiri pernah mengatakan: “Tiada cinta yang lebih besar daripada cinta seseorang yang memberikan nyawanya bagi sahabat-sahabatnya”. Yesus Kristus adalah sahabat manusia. Ia rela memberikan nyawaNya demi keselamatan manusia.
Mungkin kita pernah bertanya: Apa sebenarnya sumber kekuatan Yesus dalam jalan salib penderitaanNya? Sumber utama kekuatan Yesus ialah ketaatanNya kepada kehendak Bapa. Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya bahwa misi utama Yesus ialah untuk mewartakan Kerajaan Allah. Ini adalah misi yang dipercayakan Bapa kepada Yesus. Yesus sangat taat menjalankan misi ini hingga titik darah penghabisan.
Di taman Getsemani, Yesus memang sempat merasa gelisah. Ia tahu betapa besar penderitaan yang akan Ia hadapi. Karena itu Ia sempat berdoa: “Ya Bapa biarah cawan ini berlalu daripadaKu”. Namun cintaNya kepada manusia dan ketaatanNya kepada Kehendak Bapa mampu mengalahkan ketakutanNya sendiri. Karena itu Ia kemudian berujar lagi:”Namun bukan kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi.
Cinta, pengorbanan, dan ketaatan adalah tiga keutamaan yang dapat kita petik dari kisah sengsara Yesus Kristus. Melalui jalan salib penderitaanNya, Yesus mengajak kita untuk saling mencintai satu sama lain. Demi cinta itu kita harus berani mengorbankan kepentingan diri kita sendiri. Pengorbanan itu adalah tanda ketaatan kita kepada kehendak ilahi yang terpatri dalam nurani kita.
Cinta itu ada dalam banyak rupa. Ada cinta suami istri, cinta keluarga, cinta sahabat, cinta kekasih. Namun dari atas kayu salib Yesus mengajarkan kita untuk mencintai orang yang membenci kita. “Walaupun para serdadu telah dengan keji menyiksaNya, Yesus tetap sempat berdoa: “Ya Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” ”. Ini adalah cinta yang luar biasa. Cinta pengampunan.
Seorang filsuf pernah berkata:”Jika kita mengampuni, kita sebenarnya satu tingkat lebih bermartabat dari orang yang bersalah kepada kita”. Mengampuni adalah bentuk pengorbanan yang luar biasa. Pada saat mengampuni, kita sebenarnya mengorbankan keegoisan diri kita sendiri. Namun pengorbanan itu akan memekarkan bunga cinta yang harum semerbak.
Pada akhirnya kita sepakat dengan kalimat terakhir dari Cinta dan Ketaatan diakhir cerita di awal renungan ini, bahwa: “Cinta itu hidup karena pengorbanan dan Pengorbanan menyelamatkan Cinta karena Ketaatan”. Semoga kita selalu hidup dalam cinta Tuhan. Amin. (*)
Komentar