BAI, Protasius (2020) Makna Ekologis Ungkapan Tradisional Tana Ma Ne’e Ine, Watu Ma Ne’ Ame Pada Masyarakat Wolopogo Berdasarkan Ekologi Integral Dalam Ensiklik Laudato Si. Undergraduate thesis, STFK Ledalero.
Text
PROTASIUS BAI.16.75.5955.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna ekologis ungkapan tradisional tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame pada masyarakat Wolopogo berdasarkan Ekologi Integral dalam Ensiklik Laudato Si. Jenis penelitian yang dipakai dalam tulisan ini ialah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode hermeneutik. Objek yang diteliti adalah ungkapan tradisional tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame pada masyarakat Wolopogo. Wujud data penelitian ini ialah kata, frasa dan klausa ungkapan tradisional tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame pada masyarakat Wolopogo. Ada dua sumber data untuk penelitian ini, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer penelitian ini ialah para penutur sastra lisan di Wolopogo; sedangkan sumber data sekunder penelitian ini ialah dokumen, buku-buku, jurnal, dan kajian penelitian-penelitian terdahulu. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik non interaktif, yang meliputi transkrip ungkapan penutur sastra lisan di Wolopogo dan analisis isi terhadap transkrip tuturan sastra lisan tersebut. Teknik ini ditempuh dengan tiga langkah. Pertama, mewawancarai penutur untuk mengumpulkan data, mentranskrip dan menerjemahkan ungkapan tradisional tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame pada masyarakat Wolopogo. Kedua, mengumpulkan dan mempelajari beberapa teori yang relevan dengan tema penelitian. Ketiga, menganalisis semua data, berupa kutipan penting yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Adapun teknik analisis data yang digunakan ialah analisis model mengalir (flow model of analysis). Teknik analisis data dengan model ini dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, kodifikasi, pemetaan pola dan sintesis. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan ada makna ekologis dari ungkapan tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame pada masyarakat Wolopogo. Makna ekologis dari ungkapan tradisional tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame pada masyarakat Wolopogo adalah lingkungan hidup menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat sehingga masyarakat dituntut untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Makna ekologis ungkapan tradisional tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame berdasarkan ekologi integral dalam Ensiklik Laudato Si tampak dalam lima hal. Pertama, ekologi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ekologi lingkungan, ekonomi, dan sosial tampak dalam kata tana-watu dan ine-ame. Kegiatan ekonomi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Agar kebutuhan tersebut terpenuhi maka manusia perlu bekerja mengolah tana-watu. Hal yang ditekankan dalam pengolahan tana-watu ialah menghindari tindakan-tindakan eksploitatif yang destruktif. Kegiatan sosial juga tidak terlepas dari aspek ekonomi dan lingkungan. Dalam mengolah tana-watu, manusia tidak mungkin bekerja sendirian. Manusia membutuhkan bantuan dari manusia lainnya. Kedua, ekologi budaya. Kebudayaan yang telah diwariskan oleh ine ame ebu kajo ta mata ulu wa’u muzi harus terus dipertahankan dan dilestarikan. Hal ini penting sebab kebudayaan menunjukkan identitas dari kelompok masyarakat yang bersangkutan. Proses pelestarian ini sekaligus memuat di dalamnya aspek lingkungan hidup yang oleh masyarakat Wolopogo diyakini memiliki kesamaan dengan ine-ame dalam artian melahirkan dan membesarkan. Ketiga, ekologi hidup sehari-hari. Ekologi hidup sehari-hari erat kaitannya dengan ekologi lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam hidup sehari-hari, masyarakat Wolopogo menyadari, ola muzi ge leza ngusa kema ghawo, fucu unu, dhou tei mo nuka ne’e sebagai kewajiban yang patut dijalankan. Pernyataan itu memuat di dalamnya upaya untuk menjaga secara baik kondisi lingkungan (ola muzi zeta wawo tana), ekonomi (fucu unu), sosial (dhou) dan kebudayaan (nuka ne’e). Keempat, prinsip kesejahteraan umum. Gambaran tentang kesejahteraan umum oleh masyarakat Wolopogo tampak dalam ungkapan kita ine sa metu mite, kita ame sa lalu to, zeta tolo pedhe nika tuga sa podo, zale teda inu tua tuga sa ee’a. Bagi masyarakat Wolopogo kesejahteraan dilambangkan dengan nika dan tua sebagai makanan dan minuman sekaligus sebagai penunjang kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Aspek kekeluargaan, persaudaraan dan kebersamaan tampak dalam gambaran kita ine sa metu mite, ame sa lalu to. Masyarakat Wolopogo juga menunjukkan sikap hormat terhadap pribadi yang dalam ungkapan tersebut tampak dalam sa ine-sa ame. Karena “seibu” dan “seayah” maka semua masyarakat adalah saudara. Kelima, keadilan antargenerasi. Keadilan antargenerasi berkaitan erat dengan prinsip kesejahteraan umum. Keadilan antargenerasi berarti bahwa setiap generasi di dunia memiliki hak untuk menerima dan menduduki bumi dalam keadaan yang baik bukan dalam keadaan yang buruk karena perbuatan generasi-generasi sebelumnya. Hal yang juga ditekankan dalam ungkapan tradisional tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame ialah pengakuan akan kehidupan generasi mendatang yang oleh masyarakat Wolopogo disebut izo-azo. Masyarakat Wolopogo menyadari, generasi penerus sangat penting artinya bagi keberlangsungan hidup masyarakat Wolopogo itu sendiri.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Ekologi, ekologi integral, Laudato Si, tana ma ne’e ine, watu ma ne’e ame, masyarakat Wolopogo. |
Subjects: | 200 – Agama > 260 Teologi sosial dan gerejawi > 262 Eklesiologi 300 – Ilmu Sosial > 390 Adat istiadat, etiket, dan cerita rakyat > 394 Adat istiadat umum 400 – Bahasa (Bahasa Indonesia dikelas 499) > 400 Bahasa > 400 Bahasa |
Divisions: | 75201 Ilmu Filsafat |
Depositing User: | Mr Fransiskus Xaverius Sabu |
Date Deposited: | 10 Nov 2020 00:25 |
Last Modified: | 05 Dec 2022 23:19 |
URI: | http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/166 |
Actions (login required)
View Item |