SINODE II KEUSKUPAN MAUMERE Apa dan Bagaimana?

SINODE II KEUSKUPAN MAUMERE

Apa dan Bagaimana?

RD. Yanuarius Hilarius Role*

LATAR BELAKANG:

Sejak pencanangannya pada 25 Maret 2022, Keuskupan Maumere secara resmi telah memulai proses Sinode Keuskupan. Pencanangan itu dilakukan oleh Uskup Keuskupan Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu, di Gereja Paroki Katedral St. Yosef-Maumere. Proses Sinode ke-dua keuskupan Maumere ini akan dimulai dari komunitas-komunitas basis (Lingkungan dan Stasi) kemudian ke tingkat paroki dan pada akhirnya berpuncak di tingkat Keuskupan yang akan terjadi pada 24-28 Oktober 2022. Lokasi pelaksanaan Sinode tingkat Keuskupan akan terjadi di Paroki St. Mikhael Nita dan ruang persindangannya di Aula Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret.

Perayaan Ekaristi Pencanangan Sinode II Keuskupan maumere, dipimpin oleh Mgr. Edwaldus Martinus Sedu

Keuskupan Maumere merupakan keuskupan hasil pemekaran dari Keuskupan Agung Ende, pada 14 Desember 2005. Meskipun usianya masih relatif muda, namun kekatolikan telah hadir di wilayah ini sejak 5 abad yang lalu. Untuk itu dalam bagian ini kami paparkan secara singkat rekaman sejarah kekatolikan di wilayah ini serta pemahaman awal lahirya gagasan tentang sinode keuskupan.

KEUSKUPAN MAUMERE DALAM REKAMAN SEJARAH:

Lima abad telah berlalu ketika nenek moyang kita di Pulau ini untuk pertama kalinya menyaksikan perahu-perahu Portugis mengarungi lautan untuk mengambil rempah-rempah di wilayah Maluku dan kemudian cendana di Timor. Sejak pelayaran perdana pada akhir November 1511, dua kali setahun pedagang Portugis yang bermarkas di Malaka melewati perairan ini. Tentu mereka singgah di beberapa tempat di wilayah kita, antara lain Paga, Sikka, Bola dan Maumere. Itulah untuk pertama kalinya nenek moyang kita bertemu dengan orang-orang yang secara resmi menjadi Katolik lewat pembaptisan (Gerulfus Kherubim Pareira, SVD, “Surat Gembala: 2013, 13).

Ceritera pembaptisan awal nenek-moyang kita dimulai dengan datangnya para Padri Dominikan pada periode 1561-1859. Diawali dengan mendaratnya P. Antonio da Taveiro, OP di Pulau Ende, dalam pelayaran bersama para pedagang Portugis. Secara resmi pelayanan misi para padri Dominikan di Flores berdasarkan permintaan Mgr. Jorge da Santa Luzia, OP dari Malaka pada 1561. Pada 1569 pimpinan Dominikan melaporkan ke Vatikan bahwa telah dibabtis kurang lebih 25.000 orang di wilayah yang sekarang dikenal dengan Keuskupan Agung Ende, yang mencakupi Kab. Ngada, Nagekeo, Ende dan Sikka saat ini. Seluruh kegiatan misi dan dukungan finansial untuk karya misi pada waktu itu datang dari Malaka.

Diantara tahun 1598-1599 karya misi Dominikan masuk dalam situasi sulit. Hal ini ditandai dengan pengaruh kaum muslim terhadap perkembangan iman katolik yang berhadapan dengan penolakan terhadap kaum Portugis. Pada masa ini tercatat beberapa Dominikan menjadi martir, tanpa nama. Kesulitan kedua adalah ketika para pedagang Portugis berhadapan dengan para pedagang Belanda yang tergabung dalam VOC sebagai akibat dari intervensi ekonomi pada abad ke-16.

Warisan karya misi yang dapat dipelajari dari para Dominikan adalah pendekatan dengan masyarakat/warga setempat. Penggunaan bahasa setempat menjadi kekhasannya. Serta kesaksian hidup mereka yang sederhana menjadi daya tarik tersendiri. Pasca perginya para dominikan karya perawatan iman dilakukan oleh para awam yang telah didampingi sebelumnya. Dalam dua abad terakhir sebelum datangnya para misionaris Jesuit, perawatan iman katolik dilakukan oleh awam setempat tanpa bimbingan misionaris.

Karya misi Jesuit terjadi pada 1859-1913. Misi ini diawali dengan tibanya beberapa misionaris Belanda yang diorganisir Vikariat Misi Batavia. Pulau Flores kemudian masuk dalam Vikariat Batavia. Selanjutnya sejak 1859 Kepulauan Sunda Kecil masuk ke dalam wilayah Propinsi Belanda. P. G. Metz, S.J.,kemudian mengunjungi wilayah misi Jesuit di Larantuka. Selanjutnya beliau memulai karya misi baru di Maumere pada 1874, sebagai satu stasi dari Larantuka. Di Maumere, para misionaris Jesuit secara tetap mengunjungi Koting, Nita, Lela, Ili, Nelle, Bola dan Paga.

Warisan misi para Jesuit adalah koordinasi yang baik dalam kehidupan bergereja. Kurang lebih 30.000 orang dibaptis, bangunan gereja dan sekolah didirikan serta paroki-paroki baru dibentuk. Pengorganisasian gereja mulai dibentuk pada masa ini.

Selanjutnya karya misi ini diteruskan oleh para pastor SVD (Societa verbi Divini). Masa para pastor SVD terjadi dalam periode 1913-1961. Dalam masa ini terjadi perubahan wilayah gerejani menjadi Vicariat Apostolik Kepulauan Sunda Kecil dari Perfektur Apostolik Sunda Kecil. Perfektur Apostolik Sunda Kecil secara resmi terbentuk melalui dektrit Paus 16 September 1913, dan Mgr. P. Noyen, SVD sebagai perfek apostoliknya.

Karya misi Mgr. Noyen, SVD ditandai dengan memberikan perhatian yang serius pada pusat-pusat misi di Flores. Pada 1919-1921 ada kurang lebih 29 misionaris SVD yang berkarya di Kepulauan Sunda Kecil dan perkembangan umat katolik mencapai 58.746 jiwa.

Dalam periode ini, Islam dianggap sebagai suatu tantangan. Untuk itu membaptis sekian banyak orang menjadi salah satu strategi untuk menangkal perkembangan Islam di Flores.

Pada 1922 Perfektur Apostolik di Roma mengumumkan Kepulauan Sunda Kecil menjadi Vikariat Apostolik. Vatikan juga mengangkat Mgr. Arnold Verstraelen, SVD pada 14 April 1922 sebagai Vikariat Apostolik Sunda Kecil. Dalam masa ini umat katolik diperkirakan mencapai 150.764, tersebar di 30 stasi dengan 56 imam pada tahun 1932. Mgr. Verstraelen mencatat ada 4 faktor utama yang menyebabkan berkembangnya jumlah umat katolik, yakni: rahmat Allah, kepribadian orang-orang Flores yang secara alamiah sangat kristiani-naturaliter cristiana, lembaga-lembaga pendidikan yang sistematis serta pengorbanan dan dedikasi yang kuat dari para misionaris (Uran, L.L., 1988: 171).

Mgr. Verstraelen memberikan laporan pada akhir masa karya misinya di Flores dengan mendirikan  Ambaschtsschool sebagai sekolah pertukangan bagi kaum muda dan Percetakan Arnoldus di Ende. Beliau juga yang menggagas pendirian Seminari Menengah di Sikka pada 1926 yang kemudian dipindahkan ke Mataloko pada 1929. Para gadis juga diajak untuk menjadi biarawati. Selain itu didirikan juga Rumah Sakit Katolik di Lela.

Mgr. Verstraelen, SVD meninggal pada 16 Maret 1932 dan kemudian digantikan Mgr. Hendrik Leven, SVD melalui pengangkatannya oleh Vatikan pada 2 Mei 1933. Mgr. Leven menggagas sebuah sinode pastoral yang menghasilkan satu model yang sama bagi karya pastoral untuk seluruh Vikariat Apostolik, yang kemudian dipublikasikan dengan sebutan Manual Pastoral.

Periode perkembangan Gereja Lokal selanjutnya disebut sebagai periode Keuskupan/Diosesan yang diawali pada 3 Januari 1961 ketika Vicariat Apostolik Flores diubah menjadi Dioses/Keuskupan dengan keuskupan metropolitannya, Keuskupan Agung Ende bersama dengan beberapa keuskupan sufragan: Keuskupan Larantuka, Keuskupan Ruteng, Keuskupan Denpasar, Keuskupan Kupang, Keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetabula.

Keuskupan Maumere lahir melalui bulla Paus Benediktus XVI, pada 14 Desember 2005 dari pemekaran Keuskupan Agung Ende yang meliputi Kevikepan Bajawa, Ende dan Maumere. Dengan demikian kevikepan Maumere ditingkatkan statusnya menjadi keuskupan.

Kisah karya misi ini mengingatkan kita bahwa gereja selalu saja berkembang. Perkembangan gereja ini menunjukkan bahwa Roh Kudus senantia bekerja dalam karya misi sejak zaman dulu sampai dengan saat ini.

SINODE: SAATNYA GEREJA SALING MENDENGARKAN

Meskipun usianya yang masih terbilang muda, keuskupan yang terbentuk pada 14 Desember 2005 ini telah melaksanakan dua kalai Sinode keuskupan. Sinode-nya yang pertama terjadi pada 2012-2013. Uskup Maumere kala itu, Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD telah mencanangkan dimulainya Sinode Keuskupan pada hari raya Pentekosta, 27 Mei 2012. Tema Sinode pertama waktu itu adalah “Jadilah Saksi Kristus”. Sinode pertama keuskupan ini kemudian berpuncak pada 20-24 Oktober 2013 di Aula Mardiwiyata Frateran BHK – Maumere. Sinode ini kemudian menghasilkan Dokumen Rencana Strategis (RENSTRA) Pastoral Keuskupan Maumere 2014-2018. Di dalamnya termaktub: Visi, Misi, Strategi dan Nilai-Nilai serta 7 Program Strategis Pastoral Keuskupan Maumere.

P. Kletus Hekong, SVD dalam Panduan untuk Sinode I Keuskupan Maumere yang diterbitkan oleh Pusat Pastoral Keuskupan Maumere (2013:42-43) menulis secara jelas apa yang dimaksudkan dengan sinode. Secara etimologis Sinode berasal dari kata Bahasa Yunani, syn dan hodos. Kata Yunani, syn berarti: bersama-sama dan hodos artinya berjalan. Kata Bahasa Yunani untuk sinode adalah sunodo, yang berarti: berjalan bersama-sama. Sedangkan dalam Bahasa Latin kata sinode berasal dari kata synodus yang juga berarti berjalan bersama-sama dan atau pertemuan. Kata Bahasa Yunani dan Latin ini kemudian diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi sinode atau konsili (Concillium: Latin).

Pelatihan Fasilitator Sinode II Keuskupan Maumere, bagi para Pastor

Secara realis sinode berarti berjalan bersama. Dalam jalan bersama ada beberapa unsur yang dapat ditemukan yakni (Hasulie, 2021: 15):

  1. Kebersamaan, yang tentu saja berbeda dengan berjalan sendiri.
  2. Orang saling berbicara, bertukar pikiran/pandangan. Beda dengan orang yang duduk di kamar atau salah satu tempat lain, dan yang berpikir atau merenung seorang diri.
  3. Ada arah tertentu dan tujuan bersama.
  4. Maka atas dasar ini, Sinode lebih mudah dipahami sebagai pertemuan.

Sinode Sebagai Pertemuan, juga dipahami sebagai pertemuan komunitas yang ditandai dengan (Hasulie, 2021: 15):

  1. Keterlibatan semua anggota komunitas.
  2. Semua orang sederajat, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain.
  3. Isi pembicaraan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama dalam komunitas.
  4. Semua orang dihargai sebagai seorang manusia yang utuh, karena itu didengarkan dan sama-sama bertanggungjawab.

Dalam sinode kita menampakan kebersamaan kita sebagai anggota gereja yang satu dan sama. Ini berarti kita tidak sendirian. Kita saling berbicara, bertukar pikiran, syaring pengalaman dan gagasan. Kita setara. Semua orang didengarkan. Semua orang diberi kesempatan untuk memberikan sumbangannya.

Pelatihan Fasilitator Sinode II Keuskupan Maumere, bagi Para Awam utusan Paroki

TUJUAN SINODE:

RP. Kletus Hekong, SVD dalam Panduan Sinode I Keuskupan Maumere (2013), menjelaskan Sinode Keuskupan dalam Perspektif Kanonik. Dalam tulisannya Hekong, membeberkan hakekat dan tujuan sinode keuskupan menurut Kitab Hukum Kanon (KHK) no. 460. Kanon itu menulis, “Sinode Keuskupan adalah himpunan imam-imam dan orang-orang beriman kristiani yang teroilih dari Gereja Partikular, untuk membantu Uskup diosesan demi kesejahteraan seluruh komunitas diosesan, menurut norma kanon-kanon berikut.

Norma kanon 460 berbicara tentang tiga hal penting yakni, tentang pengertian dan jenis-jenis sinode, hakekat sinode dan tujuan sinode keuskupan. Secara tegas kanon ini menggariskan tujuan utama sinode yaitu membantu uskup diosesan demi kesejahteraan seluruh komunitas diosesan. Dalam konteks ini sinode keuskupan merupakan satu organ untuk membantu uskup diosesan. Dia menjadi alat bagi klerus untuk membantu uskup dan sarana konkret bagi kaum awam untuk melaksanakan hak dan kewajibannya membangun tubuh mistik Kristus (cf. Kan.208), memajukan perkembangan Gereja (cf. Kan.210), mengungkapkan keperluan-keperluan rohani mereka (cf. Kan. 212, § 2) dan menyampaikan kepada para gembala pendapat mereka tentang hal-hal yang berpautan dengan kebaikan Gereja (cf. Kan.212, § 3)

Tujuan sinode yang ditetapkan oleh kanon ini berimplikasi sangat luas. Meskipun demikian sinode ini bertujuan agar Gereja Keuskupan Maumere yang notabene baru berusia 18 tahun, namun kekatolikan di wilayah ini yang telah berkembang selama lebih dari lima abad ini terus diperbaharui dari waktu ke waktu (ecclesia semper reformanda). Dengan demikian Gereja Keuskupan Maumere lebih menampakkan Gereja Yesus Kristus. Wajah yang penuh belaskasih dan mengamalkan cinta dalam dua model yang saling berkaitan yakni cinta sebagai caritas dan cinta dalam memperjuangkan keadilan. Dengan demikian Gereja Keuskupan Maumere boleh menjadi komunitas pembebasan, dimana Kerajaan Allah dalam dunia nampak dalam komunitas-komunitas basis yang terus berjuang.

Hubert Thomas Hasulie, peneliti pada Puslit Candraditya-Maumere yang adalah juga pendamping ahli untuk Sinode Keuskupan Maumere dalam presentasinya menjelaskan secara singkat tujuan umum Sinode Keuskupan Maumere adalah sebagai berikut (Panduan Sinode I, 2013: 93):

  1. Memperbaharui kehidupan Gereja
  2. Menjadikan Gereja Keuskupan Maumere yang relevan dengan perjuangan kehidupan umat
  3. Menampakan Gereja Yesus Kristus
  4. Mendorong perkembangan Komunitas Basis sebagai Komunitas Perjuangan untuk merawat kehidupan.

Sedangkan secara khusus tujuan Sinode ke dua Keuskupan Maumere ini adalah sebagai berikut (Hasulie, 2021: 28):

  1. Mengevaluasi pelaksanaan Renstra Pastoral Keuskupan Maumere hasil Sinode I
  2. Menjadi kesempatan untuk pembelajaran bersama untuk pengembangan pastoral Keuskupan Maumere
  3. Menghasilkan dokumen Rencana Strategis (RENSTRA) Pastoral 2023-2027 Keuskupan Maumere.
Pelatihan Fasilitator Sinode II Keuskupan Maumere, di Paroki Uwa dan Lei-Palue

TEMA:

Sinode II Keuskupan Maumere mengambil tema, “Duc in Altum Menuju Komunitas Pejuangan yang Merawat Kehidupan”. Tema ini diambil dari motto kegembalaan Uskup Maumere, Mgr. Edwaldus Martinus Sedu yang terinspirasi pada teks Injil Lukas 5:4 ketika Yesus menyuruh Petrus untuk menolakan perahunya lebih ke dalam.

WAKTU DAN TEMPAT:

Penyelanggaraan Sinode II Keuskupan Maumere telah dimulai sejak dicanangkan oleh Uskup Keuskupan Maumere pada 25 Maret 2022 ketika Gereja merayakan Pesta kabar Sukacita di gereja Katedral St. Yosef-Maumere.

Sejak saat itu seluruh umat Keuskupan Maumere mulai berproses untuk melaksanakan Sinode Keuskupan mulai dari tingkat basis/komunitas. Puncak kegiatan Sinode akan terjadi di tingkat Keuskupan pada Senin, 24 s/d Jumat, 25 Oktober 2022 di Paroki St. Mikhael Nita dengan lokasi persidangan di Aula Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret.

PESERTA:

Peserta yang mengikut sinode adalah semua umat Keuskupan Maumere. Tercatat sampai dengan saat ini jumlah umat Keuskupan Maumere 268.764 orang (bdk. Statistik Keuskupan, 2021). Tentu saja tidak semuanya terlibat. Namun ada cara dimana umat dilibatkan secara maksimal. Yaitu melalui pertemuan di komunitas-komunitas basis. Dari komunitas basis sinode dilanjutkan ke tingkat Stasi dan Paroki. Utusan paroki serta para imam, biarawan/wati dan undangan lainnya akan menjadi peserta Sinode di tingkat Keuskupan.

Kategori peserta Sinode Keuskupan ini adalah semua umat katolik, biarawan/wati bersama para imam dan Uskup. Umat beriman terdiri dari utusan DPP (Dewan Pastoral Paroki), DPS (Dewan Pastoral Stasi), Dewan Keuangan Keuskupan, Dewan Imam Keuskupan, para Kepala Desa, Utusan Orangmuda, Perwakilan Perempuan, Organisasi Kemasyarakatan dan Agama serta undangan lainnya.

Keuskupan Maumere terdiri dari 38 paroki, 186 Stasi, 835 lingkungan dan 3.103 KBG. Maka diperkirakan ada 25.000-an orang bertemu di tingkat lingkungan, 5000-an orang bertemu di tingkat stasi dan 2000-an orang bertemu di tingkat paroki. Sinode di tingkat Keuskupan dihadiri oleh 548 orang.

METODOLOGI:

Metodologi yang digunakan dalam kegiatan Sinode ini adalah Metodologi Pastoral Praktis yang dikombinsikan dengan Renstra (Rencana Strategis). Melalui metodologi ini ditemukan beberapa pilar utama yakni (Hasulie, 2021: 22-30):

  1. Evaluasi, yakni usaha untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan sebelumnya dalam hubungannya dengan pelaksanaan kegiatan pastoral, pencapaiannya, efektifitas dan efisiensinya serta impak/dampaknya bagi komunitas gereja dan masyarakat pada umumnya.
  2. Ansos (Analisa Sosial), yakni upaya untuk memahami situasi kemasyaratan sebagai medan pastoral konkret.
  3. Refleksi Biblis, yakni upaya memahami kehendak dan rencana Allah dalam situasi nyata pastoral.
  4. Tanggapan Pastoral, yakni tindakan strategis untuk menanggapi situasi konkret kehidupan dalam terang kehendak dan rencana Allah.

Hubert Thomas Hasulie dalam Panduan Sinode I Keuskupan Maumere (2013:74-86) menjelaskan metodologi praktis sebagai kerangka dasar untuk mengembangkan proses sinode. Metode ini kemudian ber-implikasi pada spiral pelayanan pastoral. Dimana pilar-pilar utama dalam metodologi ini dipakai untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evalusi pastoral secara berkelanjutan.     Disebut metode pastoral praktis karena menekankan hubungan yang terus menerus antara aksi – refleksi – aksi. Hubungan yang terus-menerus inilah yang kemudian melahirkan spiral pelayanan pastoral. Mengingat kerja pastoral memang akan terus berulang, akan tetapi pengulangannya tidak bertindih tepat pada titik yang sama, melainkan mengarah pada perbaikan dan penyempuranaan.

Metode ini sudah digunakan dalam kegiatan pastoral di beberapa belahan dunia. Metode ini juga telah dilakukan sejak Sinode pertama keuskupan ini. Bersama dengan tenaga ahli – pendamping sinode keuskupan – metode ini coba digunakan lagi untuk membantu mengembangkan kesadaran kritis pada anggota Gereja Keuskupan Maumere tentang situasi kemasyarakatan, mengembangkan pengalaman akan Allah dalam situasi nyata komunitas, mendorong partisipasi semakin banyak anggota komunitas dalam mengembangkan komunitas Gereja yang peka terhadap keadaan kemasyarakatan yang nyata. Dengan cara ini diharapkan proses pemberdayaan komunitas mulai dikerjakan dan perkembangan serta pertumbuhan Gereja kemudian menjadi tanggungjawab semua anggota demi kepentingan semua orang, termasuk orang lain di luar komunitas Gereja Katolik

SCHEDULE KEGIATAN:

Adapun schedule kegiatan Sinode adalah seperti tabel berikut ini:

PENUTUP:

Keuskupan Maumere yang masih berusia sangat muda, sedang berusaha meletakan dasar karya pastoralnya dalam jalur yang benar. Sinode menjadi kesempatan strategis untuk melibatkan umat dalam perencanaan pastoral. Melalui perencanaan, yang matang keuskupan ini berusaha menghadirkan wajah Kristus dalam komunitas Gereja. Karenanya perencanaan mesti melibatkan sebanyak mungkin orang. Sinode menjadi jalan strategis agar umat-pun dilibatkan dalam perencanaan pastoralnya.

Melalui perencanaan yang baik, diyakini keberhasilan sedang dirancang. Proses perencanaan tentu tidak akan mengkhianati hasilnya. Melalui perencanaan tentu hasilnya-pun sudah bisa dibayangkan. Perencanaan dan keberhasilan selalu saling berkaitan. Perencanaan yang baik akan menghasilkan keberhasilan yang memuaskan. Demikian pula sebaliknya, jika perencanaan tidak dibuat, maka sebenarnya orang sedang merencanakan kegagalan. Keuskupan muda ini tentu tidak sedang merencanakan kegagalannya.***

* Penulis adalah

Ketua Seksi Skretariat Steering Committee

Panitia Sinode II Keuskupan Maumere

BAHAN BACAAN:

Dokumen Kitab Hukum Kanon, 1983

Gerulfus Kherubim Pareira, SVD, “Surat Gembala Uskup Maumere untuk Sinode I Keuskupan Maumere”.

Hubert Thomas Hasulie, Pengembangan Komunitas Perjuangan. Manual Pertemuan Komunitas Dalam Rangka Evaluasi Pastoral Sinode I dan Persiapan Sinode II Keuskupan Maumere, Candraditya Puslit Agama dan Kebudayaan, Maumere 2021

Pusat Pastoral Keuskupan Maumere, Panduan Sinode I Keuskupan Maumere, 2013.

Uran, L.L., Sejarah Perkembangan Misi Flores, Nusa Indah, Ende 1988.

Sinode Tingkat Lingkungan – Refleksi Biblis Lingkungan St. Mateus Riit-Paroki Hati Yesus yang Maha Kudus – Ili

Anda mungkin juga suka...

Artikel Populer