DATON, Zakarias Seran (2020) Makna Di Balik Ritus Tuak Wua Masyarakat Bungalawan Dalam Perbandingan Dengan Sakramen Pertobatan Dalam Gereja Katolik Dan Relevansinya Bagi Karya Pastoral Gereja. Masters thesis, STFK Ledalero.
Text
zakarias seran daton.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Abstract
Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa sebuah iman yang tidak menjadi budaya adalah iman yang belum sepenuhnya diterima, belum sepenuhnya diselisik, belum sepenuhnya dihayati. Sejalan dengan itu, sejak Konsili Vatikan II, Gereja sudah membarui pandangannya tentang praktik keagamaan masyarakat tradisional dan kebudayaan bangsa-bangsa pada umumnya. Gereja Katolik mengakui sejumlah kebenaran dan nilai-nilai baik dan luhur di dalam kebudayaan-kebudayaan melalui ritus-ritus yang dijalankan. Salah satu dari aneka jenis ritus tersebut adalah ritus pertobatan, yakni suatu ritus yang mengungkapkan pertobatan manusia. Ritus tersebut merupakan upacara keagamaan yang diadakan dengan tujuan untuk memperbaiki relasi yang kurang atau tidak harmonis yang disebabkan oleh dosa. Masyarakat Bungalawan mengenal dua ritus yang bernuansa pertobatan adalah ritus Bohok Nuhuka (menghapus bibir) dan ritus Tuak Wua. Tuak Wua merupakan suatu ritus pemulihan atau perdamaian paling tinggi dalam kalangan masyarakat Adonara khususnya masyarakat Bungalawan. Ritus ini berlaku dalam hubungan keretakan relasi yang mengancam nyawa seseorang misalnya; merencanakan pembunuhan (geneke belo ata), perselingkuhan (opo aka ata ina bine), menyumpahi orang pada tempat-tempat keramat (tebayak ata). Kedua ritus ini sering disamakan dengan ritus sakramen tobat dalam Gereja Katolik. Sakramen tobat merupakan sakramen yang ingin menjawab kerinduan akan kehidupan bersama yang damai, sejahtera dan bahagia. Sakramen tobat dan ritus Tuak Wua, jika ditilik dari segi fungsi dan tujuan memiliki kesamaan yakni untuk memulihkan keretakan relasi antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam ciptaan. Melalui ritus-ritus tersebut, orang Bungalawan mengungkapkan pertobatannya, keinginan untuk membarui relasi yang lebih harmonis. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami makna di balik Ritus Tuak Wua pada masyarakat Bungalawan dan membandingkannya dengan Sakramen Tobat dalam Gereja Katolik serta menunjukkan relevansinya bagi karya pastoral Gereja. Secara terperinci penelitian ini bertujuan untuk (1) memberikan gambaran umum tentang masyarakat Bungalawan, (2) mendeskripsikan ritus Tuak Wua kepada publik sebagai salah satu ritus khas masyarakat Bungalawan dan menemukan makna yang terkandung dalam ritus Tuak Wua sebagai salah satu ritus pertobatan, (3) menjelaskan Sakramen Tobat dalam ajaran Gereja Katolik, (4) menunjukkan persamaan dan perbedaan antara makna ritus Tuak Wua dan Sakramen Tobat, (5) menemukan relevansi yang tepat bagi agen pastoral di tengah karya misinya ketika berhadapan dengan realitas multi budaya dalam masyarakat Kabupaten Flores Timur dalam kerangka meningkatkan penghayatan iman umat. Penulis membuat penelitian di desa Bungalawan, Kecamatan Ile Boleng, Kabupaten Flores Timur. Desa Bungalawan merupakan bagian dari wilayah Paroki St. Yoseph Tanah Boleng, Keuskupan Larantuka. Subjek dari penelitian ini adalah masyarakat Bungalawan, tetapi penulis memfokuskan diri pada beberapa informan kunci yang mengetahui dengan baik tentang ritus Tuak Wua. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian lapangan dengan instrumen pengumpulan datanya adalah wawancara. Selain menggunakan metode wawancara, penulis juga menggunakan metode observasi partisipatoris, dan juga membuat studi kepustakaan. Asumsi sementara dari penulis ketika membuat penelitian ini adalah ritus Tuak Wua dalam masyarakat desa Bungalawan memiliki unsur-unsur penting dan bernilai sakral dalam menjaga keharmonisan hidup baik dengan Tuhan, sesama, dan alam ciptaan; karena itu ritus ini mungkin bisa dibandingkan dengan sakramen pertobatan dalam Gereja Kristen Katolik. Kedua ritus ini mempunyai tujuan yang sama yakni untuk memulihkan hubungan yang telah retak karena dosa dan kesalahan. Namun, banyak orang yang beranggapan bahwa ritus Tuak Wua sebagai ritus yang lebih ampuh daripada ritus sakramen pertobatan yang sebenarnya mempunyai makna yang sama. Karena itu, ritus ini bisa membantu penghayatan iman umat secara lebih mendalam untuk menghayati nilai-nilai sakramen pertobatan dalam hidup, sehingga tidak terkesan mengesampingkan ritus keagamaan dan mengagungkan ritus budaya. Penulis telah berusaha untuk membandingkan konsep dosa, tobat dan keselamatan dalam masyarakat Bungalawan dan ajaran Kristen Katolik. Upaya untuk membandingkan konsep tersebut menjadi sarana penting dalam menemukan titik temu untuk memberdayakan iman umat. Ada beberapa point persamaan dan perbedaan yang ditemukan. 1. Beberapa kesamaan yang ditemukan dari ritus tuak wua dan sakramen tobat. Pertama, dalam konsep dosa, keduanya berpandangan bahwa dosa merupakan suatu kenyataan hidup manusia yang berasal dan melekat dalam diri setiap orang. Dosa menjadi suatu kenyataan universal. Dosa juga mendatangkan hukuman bagi manusia yang berdosa. Kedua, masyarakat Bungalawan dan agama Kristen Katolik sama-sama berpandangan bahwa proses pertobatan menuntut keterlibatan dan usaha manusia sendiri serta mencakup banyak dimensi. Ketiga, agama Kristen Katolik dan masyarakat Bungalawan berpandangan bahwa keselamatan itu bersifat duniawi, dirasakan dan dialami oleh manusia selama hidup di dunia dan bersifat eskatologis di mana buah kehidupan saat ini menjadi bekal dalam hidup sesudah kematian. 2. Beberapa perbedaan yang ditemukan dari ritus tuak wua dan sakramen tobat dalam Gereja Kristen Katolik. Pertama, dosa dalam pandangan masyarakat Bungalawan lebih menekankan aspek yuridis yaitu pelanggaran terhadap peraturan dan hukum adat yang berlaku. Sedangkan Gereja lebih memandang dosa sebagai putusnya relasi pribadi manusia dengan Allah. Kedua, masyarakat Bungalawan memahami pengampunan terjadi berkat terlaksananya ritus. Sedangkan Gereja Katolik memahami pengampunan karena berkat pahala Yesus Kristus, kasih dan kerahiman Tuhan. Ketiga, keselamatan dalam masyarakat Bungalawan lebih bersifat duniawi dalam arti bahwa apa yang dialami dalam hidup penuh kebahagian dan damai. Sedangkan Gereja Katolik memahami keselamatan bukan sekedar bersifat duniawi tetapi mengalami kepenuhan dalam masa yang akan datang. Keempat, masyarakat Bungalawan melakukan laku tobat jika ada sakit, musibah, dan penderitaan yang dialami. Situasi penderitaan ini menggerakan hati mereka untuk melakukan tobat. Sementara Gereja Katolik lebih melihat tobat terlaksana berkat inisiatif dari Allah yang memanggil dan kesadaran pribadi. Artinya seorang anggota Gereja menyadari segala kedosaannya dan secara bebas dan bertanggung jawab serta dalam iman akan Yesus Kristus melakukan tobat. Usaha membandingkan kedua konteks ini mengandung makna yang lebih dalam akan penemuan nilai-nilai Injili dalam ritus lokal (tuak wua). Iman dan keyakinan Kristiani sudah mempunyai benih dalam kebudayaan setempat. Benih-benih iman itu diangkat untuk disempurnakan. Seperti Yesus sendiri yang berhadapan dengan perempuan Siro-Fenesia yang berbeda budaya dengan-Nya mempunyai iman akan keselamatan yang datang dari Allah sendiri. Allah sendiri pula mengambil inisiatif untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa dengan mengutus Yesus Kristus sebagai penyelamat dunia. Berhadapan dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh umat yang sama (masyarakat Bungalawan) yang menjalankan ritus tuak wua dan sakramen tobat sebagai umat Kristiani, upaya yang ditempuh adalah melalui katekese tentang dosa, tobat, dan keselamatan serta meyakinkan umat untuk menjalankan sakramen tobat yang merupakan tawaran dari kasih Allah secara cuma-cuma untuk umat manusia. Usaha memberikan pengetahuan katekese tentang dosa dan tobat serta tema lain diharapkan bisa membawa perubahan pada peningkatan iman umat.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Masyarakat, tuak wua, Wujud Tertinggi, dosa, tobat, pengampunan, keselamatan, sakramen tobat, persamaan, perbedaan, katekese. |
Subjects: | 200 – Agama > 250 Orde-orde keagamaan dan Gereja setempat > 253 Kantor dan pekerjaan pastoral (teologi pastoral) 200 – Agama > 260 Teologi sosial dan gerejawi > 265 Sakramen dan ritual lain dalam Kristen 300 – Ilmu Sosial > 390 Adat istiadat, etiket, dan cerita rakyat > 394 Adat istiadat umum |
Divisions: | 77101 Ilmu Agama/Teologi Katolik |
Depositing User: | Mr Fransiskus Xaverius Sabu |
Date Deposited: | 21 Oct 2020 07:47 |
Last Modified: | 06 Dec 2022 00:34 |
URI: | http://repository.iftkledalero.ac.id/id/eprint/101 |
Actions (login required)
View Item |